Jumat, 12 April 2013

Kerja Berat Mengambil Kembali Hati Rakyat

MUSIM merayu tiba lagi. Ya, di tahun politik 2013 ini, ajang rayu-merayu rakyat ini akan kian gencar. Kontestan di Riau bahkan sudah memulai jauh sebelumnya, karena puncak tahapan suksesi menuju Riau-1 digelar tahun ini. Sementara, arena besar politik lainnya yang juga terbentang di depan mata adalah Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014.

Partai-partai pun, saat ini sedang sibuk menggerakkan mesin politiknya sambil terus memikirkan cara terbaik yang bisa ditempuh untuk menarik hati dan suara rakyat. Aroma yang ditimbulkan oleh semua pergerakan politik itu, kini sudah menyebar luas, menyeruak, bahkan kadang menyentak memunculkan dinamika politik yang tak terduga.

 Kesemuanya --upaya mengambil kembali hati rakyat-- ini, memerlukan kerja terencana, terukur dan penuh pertimbangan. Sebab, fenomena yang terjadi belakangan ini mengantarkan rakyat pada situasi yang tidak mudah untuk dibujuk dan dirayu. Kita sebut upaya mengambil kembali hati rakyat, karena begitulah adanya. 

Rakyat kini tidak sedikit yang terlukai hatinya, oleh mereka yang dulunya dipilih dan dipercaya, tempat mereka menitipkan amanah. Walau kita akui masih ada para wakil rakyat yang bekerja on the track, namun rakyat terlanjur kecewa, merasa terlukai ketika ada oknum-oknum legislator yang terpilih kemudian bertindak seolah tak mewakili pemilihnya lagi, terjebak dalam berbagai perilaku yang kurang patut, mulai dari seringnya bolos rapat, sampai pada terkuaknya aksi korupsi, baik individu maupun berjamaah. 

 Mereka yang kini memilih bertarung di kancah politik, semestinya memahami, bahwa tetaplah rakyat yang menentukan eksistensi bangsa dan negara. Karena itu, di musim rayu-merayu ini, sebaiknya mereka yang berkepentingan dengan perebutan porsi kekuasaan melalui pemilu harus tahu diri.

 Sikap tahu diri mengharuskan mereka mempersiapkan berbagai program nyata yang harus dilaksanakan, tidak semata slogan. Sudah harus dijauhi sikap munafik dan tak jujur serta mengobral janji. Kendati rakyat menderita dalam kemiskinan karena berbagai kekurangan, namun masih punya harga diri sehingga tidak gampang termakan oleh rayuan dan godaan. 

 Para petarung politik harus berusaha membangun kembali kepercayaan dan harapan rakyat pada pemerintah, pada semua lembaga pemerintahan serta parpol dan orang-orangnya, yang seharusnya diberdayakan untuk mengabdi rakyat, tidak terus-menerus mencederai amanah yang diberikan. Inilah salah satu sasaran yang jika berhasil dicapai dapat mengundang kepercayaan dan harapan rakyat pada masa depan negeri dan bangsa ini, Syukur-syukur dapat menyenangkan hati rakyat yang selama ini gundah dengan bebannya yang kian berat. 

 Percayalah, rakyat akan menarik dukungannya jika mereka tahu bahwa sikap dan perilaku eksekutif dan legislatif serta kontestan partai ternyata munafik dan khianat. Boleh jadi mereka akan memilih opsi lain, termasuk memilih diam dan apatis, hanya jadi penonton pasif. Ayo, jangan biarkan hal itu terjadi.***

Selengkapnya..

Jangan Biarkan Korupsi Menjadi Wabah

MEDIA massa saat ini begitu gencar memberitakan serta menayangkan terjadinya kasus-kasus korupsi, serta terus mengawal bagaimana penanganannya oleh para penegak hukum, dari pusat hingga ke daerah.

 Karenanya, kita menjadi semakin tahu, ternyata kejahatan korupsi sekarang sudah sedemikian merebaknya sehingga mereka yang terjerat tidak hanya dari kalangan eksekutif, tetapi juga legislatif, bahkan ada pula dari mereka yang berposisi di wilayah yudikatif –yang didalamnya termasuk penegak hukum - institusi yang seharusnya menjadi benteng andalan dalam memberantas korupsi.

 Dari pemberitaan juga kita tahu, bahwa ada kelegaan ketika mereka yang didakwa sebagai koruptor itu, setelah ditangani secara hukum, mendapatkan hukuman yang setimpal. Sebaliknya, isu korupsi sebagai kejahatan mungkin menjadi keprihatinan ketika kasusnya sendiri tidak banyak yang diberantas secara nyata dan tuntas sehingga akhirnya hanya menjadi berita yang menjemukan dan sangat menyakitkan rasa keadilan masyarakat.

Belakangan ini, kasus di beberapa daerah tentang penanganan dugaan korupsi yang melibatkan eksekutif dan legislatif, kerap tampil menyita perhatian publik karena yang didakwa adalah tokoh-tokoh yang populer di tengah masyarakat. Tentu publik ingin tahu seberapa jauh proses peradilan menanganinya. 

 Dalam konteks otonomi daerah, pemberantasan korupsi seharusnya secara kompetitif menjadi kegiatan dari agenda aksi pengadilan di setiap daerah bersama pemerintah daerah yang didukung oleh seluruh rakyat. Tidak melulu bersikap menyalahkan pemerintah yang --oleh sebagian masyarakat-- dianggap sangat lemah di dalam pemberantasan korupsi. 

 Artinya, dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah dan lembaga-lembaga hukum serta pengadilan di daerah harus terpanggil untuk menjawab amanah undang-undang tersebut tanpa harus menunggu komando dari pimpinan nasional. Maksudnya, pemberantasan korupsi dalam segala ukurannya di daerah harus digalakkan untuk menghindari tudingan bahwa desentralisasi kekuasaan dari pusat ke daerah hanyalah resentralisasi kekuasaan atau pemusatan kembali kekuasaan di daerah-daerah. Dengan demikian, desentralisasi dapat dipandang atau dituding juga sebagai desentralisasi kejahatan korupsi melalui resentralisasi kekuasaan di daerah-daerah. Seakan-akan otonomi daerah membuka peluang bagi terjadinya korupsi di daerah secara otonom bersamaan dengan proses resentralisasi kekuasaan di daerah.

 Bagaimanapun, justru otonomi daerah harus dijadikan kekuatan dan kehormatan daerah untuk dapat membangun pemerintahan dan masyarakat yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, terutama bersih dari kejahatan korupsi. Jika setiap daerah dipimpin oleh para penyelenggara pemerintahan yang bersih dan yang memimpin, mengayomi, melayani, serta mengabdi masyarakat yang bersih, maka secara desentralistik dan sekaligus secara nasional kejahatan korupsi dapat diminimalisir, kalau memang tidak yakin diberantas. 

Namun, sebaliknya, jika korupsi semakin merajalela dan tak bisa diberantas di daerah-daerah, maka secara nasional kejahatan korupsi akan semakin menjadi wabah penghancur eksistensi bangsa. Itu yang tidak kita inginkan dan karenanya semua pihak, termasuk media pun sekarang terus dalam posisi mengontrol, mengawasi dan mengawal itu semua agar berjalan pada jalurnya. 

 Kita menginginkan, penyelenggara pemerintahan dan pelaksana pembangunan di daerah harus bekerja sama dengan aparat penegak keadilan seperti jaksa, polisi, dan aparat pengadilan serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Sangat terpuji, jika kita di sini dapat menampilkan diri sebagai contoh terdepan sebagai daerah pemberantas korupsi yang efektif. Pada gilirannya akan tercipta pemerintahan yang bersih dan masyarakat madani yang didambakan.

 Sukses dalam pemberantasan KKN, khususnya korupsi, maka kejahatan lain yang punya kaitan mata rantai dengan korupsi akan ikut terseret sebagai sasaran pemberantasan secara tak langsung, baik di dalam tubuh pemerintah, maupun di masyarakat. ***

Selengkapnya..