Kamis, 29 September 2011

Cewek-cewek Panggilan di Penjara Tj. Gusta

Cewek-cewek Panggilan di Penjara Tj. Gusta (1)

Spesial Dipasok untuk Kalangan Napi Berduit

Pelacuran memang setua peradaban manusia. Begitu juga di rumah-rumah penjara Tanjung Gusta, Medan. Meski lokalisasi pelacuran tidak ada, tapi bagi Napi atau tahanan yang butuh layanan seks komersil, 'banyak jalan' guna menghadirkan cewek pemuas birahi. Tentu, secara ilegal. Nah, lewat investigasi 2 pekan terakhir, POSMETRO menemukan mucikari yang rutin memasok pelacur-pelacur muda ke 'hotel prodeo' itu. Inilah laporan berserinya.

Oleh: Ahmad Faisal

Adalah Rani (25) penguak temuan yang lama teryakini ini. Demikian sosok menggairahkan itu mengenalkan nama komersilnya. Meski perkenalan digaransi seorang tahanan teman POSMETRO, janda bertubuh montok itu berpuluh kali menolak diwawancarai. Ia merasa (wawancara) itu bisa menghancurkan praktiknya. Beruntung pendekatan tak kenal nyerah dari wartawan Anda, membuat Rani akhirnya 'mengangkat bendera putih'.

"Tapi janji, (wawancaranya) tak ada main-main rekam, apalagi difoto-foto, identitas saya juga tolong dirahasiakan, bisa mampus aku kalau orang penjara tahu," Rani mengajukan syarat mutlak. Dan tanpa tedeng aling-aling, "Aku diboking berapa?" Dia menodong tarif waktunya yang dibajak guna wawancara. "Ok, nanti malam kita jumpa," sambungnya via SMS, Selasa (8/3) sore, usai tarif boking disepakati.

Pemuas Nafsu Merangkap Mucikari
Bisnis 'lendir' dalam bui yang disetir Rani rupanya buntut kehancuran rumah tangganya. Dia ditinggal suami. Itu terjadi setahun lalu. "Tak perlu tahu sebabnya," vonisnya ketika POSMETRO coba mengusut sebab perceraiannya. Karena itu, tak diketahui keberadaan mantan suaminya. Cewek berdada dan pinggul besar ini rupanya selalu sakit hati jika dipancing mengenang masa lalunya. Karena itulah dia selalu berupaya meredam dan melupakan noktah hitam perkawinannya.

Sejak menjanda, wanita berdarah Aceh ini hidup bersama putra semata wayangnya, berumur 10 tahun. Mereka tinggal ngontrak di kawasan Pasar VI Medan Marelan. Di rumahnya, beberapa cewek muda dilaporkan acap terlihat. Cewek-cewek itu dipastikan tak punya hubungan ikatan darah dengan Rani. Bukan saudara, bukan pula family.

"Itu teman-temanku," jawab Rani, ketika sosok-sosok menggoda yang diduga kuat 'anak-anak didiknya' itu diusut. “Bentar ya,” tutupnya sambil berlalu ke kamar, ketika disambangi, Selasa (8/3) malam itu. Rani berganti busana.

Di rumahnya yang kecil, tak banyak terlihat perabot. Bahkan idealnya rumah, tak terlihat kursi dan meja tamu di ruang utama. Hanya karpet plastik, alas duduk setiap tamu yang datang. Selain ranjang, di rumahnya hanya ada sebuah pesawat tivi Samsung 21 Inchi, kulkas 1 pintu, lemari pakaian 3 pintu, 1 kipas angin, buffet mini berdebu berisi 8 gelas hias, serta 3 hiasan dinding bermotif religi.

Meski itu semua bernilai 'tak seberapa', awalnya Rani bahkan sama sekali tak punya harta saat memulai hidup sebagai single parent atau sebelum dia menjadi produsen pemuas nafsu syahwat merangkap mucikari. Ya, tak disangkal: hasil dari bisnis syur di balik jeruji perlahan mengangkat derajat ekonomi Rani. "Yuk," ajaknya, usai mengganti baju tidur tipisnya yang tadi jelas membayang ditimpa sinar lampu.

Komisi Rp200 Ribu/PSK
Begitulah. Di sebuah lokasi, mucikari muda itu pun mulai cerita. "Rumah (sewa) itulah awalnya," Rani menyiratkan 'lounching' praktiknya menyetir bisnis memuaskan syahwat para tahanan. "Setahun lalu rumahku itu digrebek polisi," Rani membuka tabir awal memasok PSK ke penjara.

"Dua temanku (1 cewek, 1 bencong, red)," sambungnya, "ditangkap pakai sabu. Aku pun jadi ikut berurusan (dengan polisi) walau akhirnya aku tak ditangkap (kabarnya hasil tes urine Rani saat itu negatif, red)." Pun lolos jerat bui, Rani mengaku bukanlah sosok bersih dari Narkoba. Ceritanya, sejak ditinggal suami lalu bergaul dengan bencong dan cewek-cewek nakal, hingga kemudian mulai sesekali jual diri, Rani sadar tak hanya mendapatkan uang dari hasil dagang kemaluannya. Di dunia 'kotor' itu dia juga menemukan hobi baru yang tak kalah membahayakan, ya... mengonsumsi Narkoba. Hampir semua cewek yang terjun dalam praktik prostitusi juga menikmat itu.

Bagi Rani, dengan memakai Narkoba, pikirannya hanya berkutat pada kesenangan semata. Itu artinya benaknya bersih dari bayang-bayang kelam perkawinannya. "Tapi sabu aku kurang mau, karena rasaku menyiksa, tak bisa tidur. Kalau on (pesta ekstasi di diskotik, red) aku suka. Apalagi kalau (on) di Super (Diskotik), enak obatnya (ekstasi, red)," akunya. Adakah narkoba punya benang merah dengan awal terciptanya bisnis syahwatnya di penjara Tanjung Gusta? Ya. Begini tali penyambungnya.

Pasca 2 temannya ditangkap akibat nyabu, Rani kemudian ketiban mendapat job menyuplai cewek-cewek PSK (pekerjai seks komersil) ke penjara Tanjung Gusta. Janda ngaku suka berbagai adegan seks ini langsung tertarik karena duit hasil kerja gampang itu lumayan menggiurkan. Dari setiap 1 PSK yang diantarnya untuk teman tidur Om Napi, Rani bisa mendapat komisi Rp200 ribu. Bayangkan jika dia mengantar 10 PSK. Itu belum lagi uang tip dari Napi atau tahanan yang senang tak kepalang terhadap cewek suguhan Rani. Dan intinya, tugas Rani hanya menyiapkan para PSK lalu mengantarnya sampai ke dalam penjara. Itu saja.

Nah, bisnis yang akhirnya nyaris rutin membuatnya dapat order saban pekan itu rupanya berkat pergaulan si bencong (teman Rani yang tertangkap, red) dengan sejumlah tahanan berduit, saat 'wanita jadi-jadian' itu menjalani masa hukuman di Tanjung Gusta. Jadi sesungguhnya, bencong itulah awal perantara terciptanya bisnis prostitusi dalam penjara ini. Pada Rani, Waria itu menyerahkan segala urusan penyediaan PSK. Rani dan si bencong memang berteman akrab.

So, bagaimanakah modus operandi Rani saat memasok PSK-PSK koleksinya ke dalam penjara sesak penghuni itu? Sudah berapa lama dia menjalankan bisnis itu? Adakah tahanan kere keciprat rezeki praktik itu?

Seperti apa pula bentuk keterlibatan oknum sipir? (bersambung)


Cewek-cewek Panggilan Penjara Tj. Gusta (2)

Tanpa Ranjang & Bantal Tarif Kamar Rp300 Ribu



Tanjung Gusta terkadang disebut miniatur Alcatraz, penjara seram paling kesohor di Amerika. Itu karena 2 penjara tersebut sama-sama banyak dihuni penjahat yang gol untuk kali kedua atau ketiga. Bedanya, Alcatraz dihuni banyak pembunuh -seperti Al Capone, raja kejahatan dari Chicago, sementara Tanjung Gusta (kayaknya) diisi banyak bandit sabu-sabu. Nah, napi kasus ‘si putih’ itulah yang sering memboking pelacur-pelacur pasokan Rani (25).


Oleh : Ahmad Faisal

Tak disangkal: eksisnya bisnis prostitusi di balik bui Tanjung Gusta adalah buntut pengawasan yang lemah. Juga akibat penegakan standart moral yang longgar. Itulah yang membuat ‘muntahan’ kafe-kafe remang kawasan Marelan mudah masuk ke sana. Ya, cewek-cewek pasokan Rani sebelumnya primadona sejumlah kafe esek-esek.

Pun ‘kelas’ kafe remang, bukan berarti para pelacur itu berparas tak menggairahkan. Soal wajah, apalagi body, Rani mengaku selalu ketat melakukan ‘editing’. Demi kesenangan para konsumen, seleksi fisik yang ketat dilakukannya sejak kali pertama mendapatkan bisnis ‘lendir’ ini. Bahkan selain 2 syarat kasat mata itu, Rani juga melakukan seleksi non fisik bagi para calon ‘anak didiknya’. Seperti apa?

“Mereka harus punya naluri seks yang menggebu-gebu dalam waktu yang singkat,” jawab Rani, mucikari bohay itu. “Itu harus karena mereka bukan ‘main’ di (kamar-kamar) hotel yang dingin ber-AC dan ranjangnya empuk. Bukan. Tapi (mereka ‘main’) di dalam kamar-kamar penjara, yang tentu panas,” terangnya.

Kamar-kamar ‘eksekusi’ itu, imbuhnya, “Ya ruang-ruang untuk berhubungan intim para tahanan. Tapi kadang bisa juga ruang-ruang lain. Yang jelas, tak ada tempat tidur, bantal juga tak ada. Ya ‘mainnya’ di atas karpet. Tapi pernah juga (cewek) bawaanku diajak (‘ho-oh’) ke kantor (ruangan kantor penjara, red).”

Meski kamarnya kecil bahkan tanpa ranjang, jangan kira tarif sewanya murah. Tarif kamar hotel mewah pun bisa kalah. Berapa? Rp.300 ribu/3 jam.

“Mulai setahun lalu. Bulan berapa ya... tak ingatlah,” Rani menyebut awal kali pertama dia memasok cewek-cewek PSK ke penjara Tanjung Gusta. “Tapi aku masih ingat siapa aja 6 cewek yang kubawa pertama kali itu. Mala (23), Shanty (20), Tina (18), Rika (20), Ema (21), Dina (18). O, Dina belum, Vina (22) yang (mulai sejak) pertama,” sambungnya, sedikit meralat.

Tak ada modus spesial saat Rani meloloskan cewek-cewek koleksinya ke rumah penjara yang dijaga berlapis-lapis itu. Semua berlangsung biasa, lazimnya para pengunjung tahanan. “Biasa aja,” bebernya, “ya (kami) daftar dulu di loket depan, nyerahkan KTP, trus di pintu pertama barang-barang (kami) diperiksa. Paling ya karena peraturan (soal jumlah tamu) maksimal 3 orang (per kelompok), ya tinggal atur kami terpisah-pisah saja. Gampang aja.”

Ya, prostitusi itu berlangsung siang hari. Bukan malam. Dan Sabtu adalah hari paling sering bagi Rani memasok cewek-cewek pemuas birahi itu. Lalu apa sebab hingga proses masuk para pelacur itu bisa terlihat bak pengunjung biasa? Pada siapa duit sewa kamar, juga biaya boking pelacur, disetor? Adakah bisnis syur ini juga bisa mengalami stagnasi? (bersambung)

Cewek-cewek Panggilan Penjara Tj. Gusta (3)

Pasokan PSK Terhenti
Gara-gara Khatibul


Bisnis syur ini kadang kala juga mengalami stagnasi. Seperti terjadi selama Februari kemarin. Tapi eits, terhenti bukan karena 'dagangan' retail ‘anak-anak didik’ Rani mulai jarang pembeli
.

Laporan: Ahmad Faisal

“Om itu nafasnya sudah seperti kereta api,” Rani lalu masuk pada sesi cerita ‘terpanas’ dari bisnis ‘lendir’nya, saat kali pertama -dari tak terhitung berapa kali memasok cewek-cewek ke penjara Tanjung Gusta- dia pun turut diboking seorang tahanan berdarah Tionghoa. Ya, saat memasok 8 PSK di buritan Januari 2011, mucikari bohay berumur 25 tahun itu juga ditaksir.

Begitulah. Di kamar pengab tanpa ranjang, sambungnya, “Tangannya memegang bahuku yang sudah terbuka. Ia lama mengusapku lembut. Aku menutup mata. Naluri kewanitaanku bangkit. Jantungku dag dig dug. Tapi aku diam tak bereaksi. Bukan munafik. Sebelum menjadi penyuplai cewek-cewek ke penjara, sudah sering aku (berhubungan intim) dengan banyak cowok. Tapi untuk ‘main’ dengan tahanan di kamar penjara, sumpah... itulah pengalamanku pertama kali.”

Rani tak bereaksi walau jantungnya berdegup kencang karena ia yakin: para tahanan yang memboking cewek-cewek bawaannya adalah tipe pria kasar dalam bercinta. Dugaannya dilatari jarangnya para lelaki terkurung itu menyalurkan hasrat seksnya, juga suasana penjara yang penuh dengan nuansa kekerasan.

Rupanya Rani salah duga. “Om (yang membokingku) itu ternyata romantis. Dia tak langsung grasa-grusu, seperti banyak cowok yang sudah lama tak menyentuh wanita. Om yang katanya dipenjara karena kasus sabu-sabu itu main slow karena ingin menunjukkan kematangannya sebagai lelaki,” lanjut janda bertubuh proporsional ini. Inilah ringkasan adegan purba di kamar penjara itu, usai bahasa oral Rani yang vulgar disemir di sana sini.

“Setelah bermain di bahuku, dipegangnya daguku. Lalu pelan-pelan aku didekatkannya ke wajahnya. Ya, aku dilumatnya. Sampai di sini, aku masih berlagak seperti anak lugu ‘yang tak pernah gituan’. Tapi saat kemudian dia mulai bermain-main di seputar wilayah sensitifku, di situlah aku mulai tak tahan. Aku sudah tak tertahankan. Aku bereaksi. Selanjutnya giliranku yang melakukan permainan di wilayah sensitifnya. Dan saat aku makin tak tertahankan lagi, aku naik ke tubuhnya. Kupegang kendali sampai permainan itu tuntas tas tas... Kami mandi keringat.”

Meski (mengaku) hanya kali itu diboking tahanan, tapi Rani jujur tak bisa melupakan aksi lawan mainnya di kamar penjara itu. Apalagi sejak memasok ‘barang-barang koleksinya’ di siang ujung Januari itu, bisnis prostitusinya mendadak berhenti. Sebuah peristiwa heboh di penjara jadi pemicunya. Ingatkah Anda dengan aksi kabur seorang tahanan yang berhasil mengelabui para sipir dengan modus menumbalkan teman penjenguknya -menjadi penggantinya di penjara, pada Selasa siang 8 Februari (2011) lalu?

Ya, gara-gara aksi kabur tahanan bernama Khatibul –bahkan hingga sekarang belum ditemukan- itu order memasok cewek-cewek ke rumah penjara itu pun terhenti. Akibat kasus yang ‘menampar’ institusi rumah penjara itu, POSMETRO memang menemukan pengawasan –mendadak- super ketat pada semua pengunjung dan ribuan tahanan di situ.

Pengawasan ketat berlapis-lapis bahkan nyaris membongkar misi investigasi membongkar praktik prostitusi terselubung ini saat wartawan Anda mengunjungi rumah penjara itu pada Jumat siang 25 Februari 2011. Tapi penjagaan super ketat itu hanya sesaat. “Ya ada sekitar 5 minggulah tak ada panggilan (ke penjara), sekarang baru mulai (bisa memasok) lagi,” kata Rani terlihat sumringah. Bagaimana aktivitas Rani dan ‘anak-anak didiknya’ saat ‘libur kerja’ selama 5 pekan itu? (bersambung)

Cewek-cewek Panggilan Penjara Tj. Gusta (4)

Selain Rani, Sedikitnya Ada 2 Mucikari Lain


Desain bangunan yang berkelok-kelok pada 9 blok rumah penjara Tanjung Gusta menjadi pemulus geliat prostitusi terselubung di sana. Ini bukan top secret. Semua (penghuni) sudah tahu sama tahu.

Laporan: Ahmad Faisal

Pasca heboh aksi kabur Khatibul, terhitung 3 kali wartawan Anda bolak-balik menembus 6 lapis pemeriksaan super ketat guna masuk rumah penjara Tanjung Gusta. Kunjungan pertama terjadi pada Jumat siang 25 Februari 2011. Di sini, karena wartawan Anda lupa membawa KTP, pemeriksaan identitas (oleh petugas) terpaksa dicatat lewat kartu pers koran ini. Itu pula yang nyaris membongkar misi investigasi membongkar praktik pelacuran di balik terali besi ini.

“Apa tujuan kunjungan ke sini, Pak,” tanya petugas di loket 1, dengan wajah tampak tak bersahabat, sebelum meminta identitas awak koran ini.

“Mau mengendus jejak (pelarian) Khatibul,” sigap POSMETRO sambil menyurungkan id.card harian ini, dan jawaban singkat itu kontan menyetop ‘lika-liku birokrasi njelimet’, seperti dialami banyak pengunjung lain.

“Kenal dengan Johasman (di POSMETRO MEDAN), Pak?” tanyanya lagi, kali ini dengan nada dan wajah tak lagi menakutkan.
“Kenal.” Bak jalan tol, wartawan Anda pun melenggang masuk tanpa lagi ‘dihambat’ birokrasi pemeriksaan yang njelimet.

Kunjungan kedua, dengan tampilan sedikit diubah dan memakai topi pet, terjadi besoknya (Sabtu siang 26 Februari). Kali itu tentu membawa KTP dan menanggalkan identitas kewartawanan. Tapi masuk dengan ‘cara biasa’ itu rupanya mengingatkan koran ini pada sosok-sosok tersangka saat menjalani proses introgasi yang tak jarang berbuntut kekerasan.

“Mau menemui siapa?!” introgasi dimulai.
“Iwan, Pak, tahanan di blok 3.”
“Siapa Anda (Iwan) itu?!”
“Family, Pak.”
“Family bagaimana!?” pertanyaan bernada mencurigai.
“Eee... gimana ya, agak jauh juga sih (hubungan kami secara saudara).”
“Anda jangan bohong!” gebrak petugas di loket itu.
“Lho buat apa bohong. Gini, ringkasnya, kakek kami itu sepupuan. Kalau tak percaya, tanya aja dulu sama dia (Iwan, red) di dalam.”
“Urusan apa nemui dia?” introgasi makin mendalam.
“Saya mau nanya soal (mesin) shinsaw punya dia yang tak lagi terpakai, apakah dijualnya, karena saya mau membeli shinsaw dia itu, Pak.” Beruntung jurus (dalih) ‘shinsaw’ itu berhasil membuat si petugas yakin hingga dia tak lagi bertanya ini itu.

Nah, di kunjungan kali kedua pas week-end (akhir pekan, red) itulah, pandangan mata banyak orang (tahanan dan tamu) yang tumplek di ruang kunjung mendadak tertuju pada kemunculan 3 cewek muda bercelana jins dan t-shirt ketat. Sambutan terhadap trio menggairahkan itu tampak beda dibanding para tamu yang diarahkan menuju ruang bertemu para tahanan.

Tiga cewek itu, usai lolos di pintu pemeriksaan kedua, terlihat berjalan menuju sebuah bangunan berkelok di sisi kanan bagian dalam dari rumah penjara itu. Langkah 3 sosok menggoda itu dipandu seorang tamping (tahanan yang dipekerjakan, red).

“Alamak jang... tahan selera woi, ‘bajing-bajing’ kali ah,” celetuk nakal seorang tamu, blak-blakan menyebut 3 cewek itu adalah PSK yang sudah diboking tahanan tertentu. Saat dicros-check, pengakuannya itu diamini sejumlah tahanan, termasuk Iwan, sosok yang ditemui koran ini.

“Alah, semua yang di sini sudah tahu sama tahulah soal itu, hampir tiap Sabtu mereka didatangkan,” sambung lelaki diketahui bernama Ramadhan (26), warga Jl. Mayor, Pulo Brayan, Medan, dan diakui sudah sering ke rumah penjara itu guna menjenguk seorang saudaranya yang ditahan. Nah, temuan ini terjadi sebelum POSMETRO mengenal Rani (25), mucikari yang saat itu –gara-gara heboh aksi kabur Khatibul- malah (sementara) tak bisa memasok cewek-cewek PSK koleksinya ke dalam penjara.

Ternyata tak hanya Rani mucikari di rumah penjara itu. “Ya sih, yang kudengar ada 2 (mucikari) yang lain yang juga sering memasukkan cewek-cewek ke dalam penjara. Tapi aku tak kenal mereka,” aku Rani, yang baru dikenal pada kunjungan kali ketiga koran ini ke rumah penjara sesak penghuni itu. (bersambung)


Cewek-cewek Panggilan Penjara Tj. Gusta (5)

Lokalisasi Aja tak Otomatis Membuat Prostitusi jadi Legal

Laporan : Ahmad Faisal


Prostitusi itu sejatinya ilegal. Apalagi yang terselubung, seperti yang lama menjadi rahasia umum di kalangan penghuni rumah-rumah penjara di Tanjung Gusta.

Meski terkesan teori, setidaknya demikianlah mahzab hukum pelacuran di negeri ini. Pun (prostitusi) itu (ilegal) sepakat dianut, pro dan kontra tetap terjadi. Praktisi hukum Matjon Sinaga, SH yang kemarin (17/3) ditemui POSMETRO, kontan mengaku akan bereaksi bersama sejumlah teman seprofesinya, jika dalam perkembangan zaman yang semakin kapitalistis ini ada mendengar upaya kampanye terselubung guna melegalkan prostitusi. “(prostitusi jadi legal) Itu mungkin saja terjadi di zaman yang semakin gila ini.

Apalagi sekarang, tak hanya wanita yang jadi pelaku pelacuran, lelaki juga diam-diam sudah banyak. Bahkan (pelacuran) itu (banyak terjadi) di daerah-daerah (pedesaan) yang katanya pemahaman masyarakatnya soal agama lebih kuat daripada masyarakat kota,” beber Matjon di kantornya, Jl. Ahmad Yani VII, Medan.

Karena ilegal, dapatkah semua yang terlibat dalam praktik prostitusi, seperti kasus di penjara Tanjung Gusta, diancam dengan pidana? Jawabnya “Tentu saja sangat bisa,” jawab Matjon.

Apa pendukung yuridis untuk upaya pidana itu? Dia membeberkan beberapa langkah hukum terkait upaya pidana terhadap praktik prostitusi.

Upaya pidana, menurutnya, bisa dilakukan jika Pemerintahan Daerah di wilayah tempat lokalisasi atau pelacuran terselubung itu ditemukan, ada kebijakan soal Perda (Peraturan Daerah) Pelarangan Pendirian Lokalisasi.

Pun jika Perda soal itu tak ada, pendukung yuridis yang lain bisa dicari lewat beberapa pasal di Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Bisa juga dengan menggunakan kekuatan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention for the Suppresion of the Traffic to Persons of the Prostitution of Others, 1949), perdagangan perempuan, dan prostitusi paksa.

Atau juga memakai UU Pariwisata No. 9 Tahun 1990. Atau, Konvensi ILO No. 182, serta peraturan lain yang mengatur pelarangan praktik seks komersil.

Pada undang-undang atau aturan itu disebutkan, pengelolaan atau pengadaan praktik seks komersil -baik bersifat pribadi maupun yang dipersiapkan secara profesional, dikategorikan sebagai tindak pidana.

“Karena itu,” jelasnya, “jadi jika sebagian daerah di negeri ini masih mengijinkan pendirian lokalisasi, sebenarnya itu bukan otomatis membuat kegiatan prostitusi menjadi legal. Pada prinsipnya, lokalisasi itu adalah tindakan preventif
(pencegahan, red) untuk mengurangi kegiatan prostitusi itu semaksimal mungkin.”

Karena itu, jelasnya lagi, “Pengenaan sanksi pidana terhadap seseorang atau pihak-pihak yang ditemukan terlibat dalam pengelolaan praktik seks komersial, dapat dijatuhi pidana sesuai dengan tingkatannya. Adakah orang itu, misalnya, terbukti sebagai pelaku yang mengambil inisiatif (prostitusi), atau pengelola, atau dia sebenarnya pesuruh, atau pelanggan, hingga si pekerja seks itu sendiri.”
Kapankah penegakan hukum pelacuran mulai marak dilakukan di setiap sudut negeri dengan warganya yang banyak ditemukan bertabiat porno ini? Tak usah muluk menjawab sesuatu yang masih jadi impian. Soalnya, kini, besok, lusa, dan entah sampai kapan: praktik prostitusi di negeri ini selalu eksis –meski ilegal. (bersambung)


Cewek-cewek Panggilan Penjara Tj. Gusta (6/tamat)

Diboking TahananSulit ‘Berkokok’

Laporan : Ahmad Faisal

Mendatangkan pelacur ke penjara guna memuaskan hasrat seks,
bisa dilakukan kapan saja, yang penting uang ada. Ya, kuncinya: duit! Inilah buntut pameo: segala sesuatu yang bisa dipersulit tak akan dipermudah.

Setidaknya, begitulah asumsi hasil investigasi POSMETRO terhadap temuan lemahnya upaya penegakan hak-hak tahanan di rumah-rumah penjara Tanjung Gusta, terutama hak menyalurkan hasrat biologis. Soal ini tentu tak dialami para napi atau tahanan yang terlibat kasus ilegal logging, narkoba partai besar, apalagi korupsi.

Bahkan menurut Rani (25), seorang pelanggannya yang notabene tahanan berduit, saban pekan tak pernah absen memboking cewek kirimannya, meski lelaki berdarah Tionghoa itu diketahui mengidap diabetes. Secara teoritis, lelaki penderita diabetes tentu tak lagi nyaring ‘berkokok’ di ranjang.

Tapi itulah adanya. Bagi para tahanan 3 tipe kasus itu, duit seolah tak berseri. Karena itulah, para penikmat cewek-cewek pasokan Rani, adalah napi atau tahanan 3 jenis kasus itu. Ya, menu syur seharga minimal Rp.1.500.000/paket 3 jam itu tentu tak akan mungkin bisa dikompromikan guna dinikmati para tahanan kasus maling ayam, apalagi pencopet kelas pasar yang masuk bui usai bonyok digebuk massa.

Alih-alih menyalurkan hasrat seks yang lama terpendam, sebagian dari tahanan kelas kere itu malah ditemukan acap ‘dibon’ petugas untuk dipermak, guna kemudian diminta menyerahkan uang sogokan agar kasusnya ‘tak berkembang ke sana ke sini’. Syukur bagi mereka yang selama meringkuk di ‘hotel prodeo’ itu tak membuat orientasi seksnya jadi menyimpang.

Begitulah. Gelombang praktik prostitusi serta free sex diketahui semakin menggemuruh setelah internet membumi pada pertengahan dekade 90-an. Pengaruhnya dibuntuti kemajuan teknologi telepon seluler yang kian canggih. Dua temuan di zaman millenium itu kini menjadi alat baru dalam pergaulan seks bebas dan ‘tak bersekat’, seperti yang sekarang terus terjadi di balik sel-sel pengab penjara Tanjung Gusta, Medan. (tamat)


Tidak ada komentar: