Catatan Perjalanan Ibadah Haji 1427 H (5-Habis)
Madinah, Puasnya Ziarah, Serunya ke Raudhah
Madinah sarat dengan tempat yang bersejarah, yang berkaitan langsung dengan Rasulullah SAW. Tak putus-putus dikunjungi jamaah, ya beribadah, ya berziarah. Sayang, hanya sebentar di sini, padahal belum puas rasanya menumpahkan asa atau kesah yang membungkah, di Raudhah.
Laporan AMZAR, Madinah
amzartpi62@gmail.com
TRAAAP…! Tirai dari terpal putih itu pun rebah dan sigap digulung oleh puluhan petugas berseragam biru. Jamaah pun serempak bergerak, cepat mengisi tempat yang tadi tertutup tirai terpal itu. Sedikit bergegas, sebab tempatnya tak begitu luas. Sementara beribu-ribu jamaah yang meluru ke situ.
Tak lama, azan menandakan masuknya waktu salat fardu Asar berkumandang merdu. Posisi muazinnya persis di atas balkon persegi sedikit lebih tinggi di atas tempat yang tadi ‘’diperebutkan’’ jamaah. Itulah di antara suasana serunya memburu tempat Raudhah di Masjidil Nabawi, Madinah Almunawwarah.
Sudah dimaklumi, Raudhah adalah di antara tempat yang diyakini paling mustajabah dan sangat mulia di Masjid Nabawi. Istimewanya tempat ini, seperti digambarkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘’Di antara rumah dan mimbarku, adalah satu taman di antara taman-taman surga, dan mimbarku terletak di atas telagaku.’’ Referensi yang ada juga menjelaskan bahwa di Raudhah inilah dulunya kerap menjadi tempat Rasulullah SAW dan para sahabat beribadah dan tempat turunnya wahyu.
Jika direntang, jarak antara rumah Rasulullah SAW dengan mimbarnya adalah 26 meter.
Tapi kini hanya tinggal 22 meter karena disekat oleh pagar makam Rasul. Lebarnya sekitar 15 meter, diukur dari mihrab Rasulullah SAW hingga ke garis sejajar rumah tersebut. Tempat ini juga ditandai dengan karpet yang didominasi warna putih.
Jelas, betapa serunya ketika ribuan jamaah ‘’berburu’’ tempat yang tak luas itu. Soal tirai terpal putih tadi, sengaja dipasang untuk juga memberi tempat bagi jamaah wanita untuk dapat ke tempat tersebut. Lazimnya, waktu untuk itu disediakan pada pagi hari seusai salat subuh, sampai waktu Zuhur.
Bagi peziarah, sebenarnya disediakan pintu masuk ke sini, namanya Bab As-Salam, pintu bernomor 1 di Masjid Nabawi. Atau di sebelahnya, pintu Abu Bakkar Siddiq, yang dijaga super ketat dengan sistem tutup-buka berdasarkan kondisi ramainya jamaah di dalam. Namun, dari mana pun, tak ada yang lempang. Jadi, ya harus berjuang. Bahkan, ada yang setiap waktu salat sering mendapat tempat di sini. Caranya, datang beberapa jam sebelum waktu salat masuk.
Kendati begitu, sepertinya tetap ada peluang untuk mendapat tempat di Raudhah, untuk salat sunat dan berdoa. Tak perlu cemas kendati tubuh kita kecil, dibanding rata-rata jamaah lain yang tinggi besar dan tegap. Riau Pos membuktikannya, beberapa kali dapat bermunajat di sana. Bahkan ada satu kali seperti mendapat keistimewakan, sangat lama karena pas sudah berada dekat Mimbar, disuruh duduk dan kepada kami masing-masing diberikan Alquran. Itulah satu kesempatan yang tak terlupakan, sampai kita sendiri yang memutuskan untuk beranjak, karena banyak jamaah lain di belakang yang juga berharap dapat tempat di sana.
Di kesempatan lain, pernah pula Riau Pos terpental karena secara tak sengaja terdorong jamaah lain, sementara posisi berdiri belum seimbang. Ya, sama seperti di Kakbah, bergelayut saja ke jamaah terdekat yang memang tubuhnya besar. Kita selamat, tempat bergayut pun masih sudi menghadiahkan senyum. Saat keluar dari Raudhah, kita akan melintas di depan pagar berdinding tinggi, tempat makam Rasulullah SAW yang diapit makam dua sahabat Beliau, Abu Bakkar Shiddiq dan dan Umar bin Khattab.
Banyak sisi menarik lainnya di masjid Rasulullah SAW ini. Beda dengan Masjidil Haram, di sini lantainya dilapisi karpet. Di antara Raudhah dan bentangan memanjang ke arah pintu utama di utara, terdapat dua ruang yang terbuka, hanya ditutpi masing-masingnya empat payung besar yang dapat dibuka-tutup secara otomatis.
Beda dengan Masjidil Haram, di Masjid Nabawi ini secara khusus tempat salat wanita disediakan di dua kawasan utara masjid, satu arah ke timur, satunya lagi arah ke barat masjid. Bagian ini ditutup panel kayu berukir, sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak terlihat oleh jamaah pria. Satu hal yang sama dengan di Masjidil Haram adalah pelaksanaan salat jenazah, hampir selalu ada di setiap selesai melaksanakan salat fardu, termasuk di antaranya jenazah salah seorang rekan kami di kloter 9, H Soekarno, usai salat subuh pada Senin, 15 Januari 2007.
Jangan heran pula jika selesai salat asar dan akan ke luar masjid, tiba tiba kubah besar bersepuh emas di atas kita akan bergeser, bergerak otomatis dan dalam sekejap lenyap dari pandangan, menjadi ventilasi besar dan tempat masuknya penyinaran secara alami. Ada 27 kubah yang bisa’’berjalan’’ seperti itu. Kubah seluas 324 meterpersegi dan beratnya masing-masing 80 ton itu dengan sepuhan emas seberat 2,5 kg dan bagian luar berlapis keramik Jerman itu, hanya memerlukan waktu satu menit untuk bergeser, atau nanti menutup kembali menjelang magrib. Tentu dengan sistem komputerisasi yang apik.
Coba pula menapak ke lantai atas, terlihat marmer mengkilap terhampar luas. Sebagiannya juga berlapiskan karpet merah, sewarna dengan di lantai bawah. Marmer yang memantulkan cahaya matahari itu juga terpasang di halaman masjid yang luasnya 235 ribu meterpersegi itu.
Kesemua bagian masjid ini senantiasa bersih, mengkilap rapi karena kecekatan ribuan pekerja didalamnya, yang sigap dengan peralatan canggih merawat masjid ini, setiap selesai salat fardu. Untuk mengganti lampu di tiang tinggi, hanya perlu seorang pekerja. Sekali tekan knop, tangga hidrolik berkaki empat otomatis bergerak nun ke ketinggian. Mereka selalu siaga, termasuk di ruang bawah tanah yang luasnya 82 ribu meterpersegi. Di sini tersedia ruang parkir mobil dua lantai ke bawah. Toilet dan tempat berwuduk juga begitu, luas dan dua lantai ke bawah tanah. Ada yang pakai eskalator, atau dengan tangga manual.
Di sekitaran masjid, banyak tempat ziarah yang mashur, seperti pemakaman Baqi’ di baratdaya masjid. Di sini, tempat dimakamkannya jamaah haji yang wafat di Madinah, juga terdapat makam para syuhada, pahlawan Islam dan sedikitnya sepuluhribu orang sahabat Nabi. Bahkan para istri nabi (kecuali Siti Khadijah, di Ma’ala, Makkah), anak-anak perempuan Beliau, termasuk khalifah ketiga Usman bin Affan, dimakamkan di sini.
Jejak rumah dan masjid para sahabat Rasulullah, juga sempat diziarahi. Kalau makam Rasulullah SAW dari luar masjid Nabawi ditandai dengan kubah besar berwarna hijau, maka rumah dan masjid para sahabat masih berupaya dipertahankan menurut bentuk aslinya, seperti masjid Abu Bakar Shiddiq, Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab, di tenggara Masjid Nabawi.
Kalau mau berziarah ke tempat lainnya, sangat banyak penawar jasa yang selalu siap di utara Masjid Nabawi. ‘’Ziarah…ziarah,’’ajaknya ke setiap yang lewat. Ada banyak tempat kita bisa dibawa, seperti Jabal Uhud plus makam para syuhada di sana, atau masjid-masjid bersejarah lainnya seperti Masjid Quba’ dan masjid Qiblatain, termasuk pabrik pengolahan di tengah perkebunan Kurma, yang terkenal dengan Kurma Al Jahwa atau Kurma Nabi, karena, kata guide, tangan mulia Beliau lah yang dulu menanam kurma yang diyakini berkhasiat menawarkan racun itu.
Banyak sebenarnya tempat ziarah di Madinah, tetapi cuma di tempat-tempat itu saja Riau Pos sempat singgah, mencari waktu di sela melaksanakan salat fardu berjamaah selama 40 waktu (arbain). Kalau tempat belanja, mal supermodern berserak di seputar masjid Nabawi. Mau sekelas Pasar Seng, pergi agak menjauh di utara masjid Nabawi. Kalau mau menyediakan waktu usai salat subuh, dapat berjalan-jalan dengan leluasa, karena udara musim dingin terbantu oleh pancaran sinar mentari pagi. Toh, tetap saja sejuk, apalagi bila disertai tiupan angin dingin.
Kami tak ada pilihan lain ketika bilangan salat arbain sudah terpenuhi, --malah ada bonus lima waktu salat berjamaah di Masjid Nabawi--. Jadwal sudah habis. Rangkaian ziarah pasca menunaikan haji ini harus diakhiri. Dan di sinilah baru terasa repotnya. Jamaah yang keranjingan belanja, bakal kewalahan mengemas dan membawanya.
Saat di bandara Madinah, ketika sudah dinihari, jamaah di kloter kami sempat kena sport jantung. Bagasi yang diizinkan pihak Saudi Arabian Airlines hanya tas tentengan berlogo penerbangan tersebut, plus tas paspor dan koper besar di bagasi. Untunglah, barang-barang yang sempat terlantar di bandara itu akhirnya dibawa juga, dimasukkan ke bagasi bawah. Kecuali air zam-zam dalam kemasan jerigen 5 kg, tak diizinkan masuk bagasi. Jadi, ya banyak yang terpaksa ditinggal. Pesawat kami baru take-off pukul 07.45 pagi, molor empat jam dari jadwal semula.
Di Batam, delapan jam kemudian, tidak semua bagasi yang tadi sempat tertahan di Madinah, dapat dijumpai oleh jamaah. Entah hilang di sana, atau raibnya di Batam, entahlah. Ini jadi kenangan tersendiri bagi yang mengalaminya. Barangkali bisa berbagi pengalaman untuk rekan yang kelak juga berangkat menunaikan ibadah haji.
Saat mendarat di bandara Sultan Syarif Qasim II Pekanbaru esok paginya, hujan turun mengguyur. Usai berhujan-hujan dan mandi keringat mengurus bagasi yang sebagian sudah basah karena semrawutnya pelayanan di bandara, jamaah pun bergerak menuju kediaman masing-masing. Di kaca mobil, butiran air mengalir menghapus jejak debu yang menempel. Namun di hati, seabrek pengalaman dan kenangan selama di tanah suci, tidak bakal terhapuskan.(***)
Minggu, 25 Mei 2008
Catatan Haji 5
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar