Selasa, 27 Mei 2008

Singapura Lagi

Dari Penganugerahan Champions of the Earth 2006 di Singapura

Bergengsi, Bukan untuk Pejuang LH Kemarin Sore

Tujuh tokoh dari enam kawasan dunia, plus satu organisasi, menerima anugerah Champions of the Earth 2006, dalam satu acara penuh gengsi di Singapura, Jumat (21/4) lalu, sehari menjelang peringatan Hari Bumi. Mereka dihargai atas dedikasinya yang panjang terhadap sesuatu yang terkait dengan upaya pelestarian lingkungan global.

Laporan AMZAR, Singapura
zartpi62@yahoo.com


RUANGAN dengan kapasitas ratusan undangan dengan formasi meja jamuan makan malam itu, telah penuh oleh tetamu terpilih berbilang bangsa yang datang dua jam sebelum acara digelar. Karpet merah ala penyerahan Piala Oscar terbentang dari lobi menuju ruang megah hotel berkelas di Singapura itu.


Sorotan lampu terus mengiringi masuknya para penerima anugerah, yang berjalan beriringan dengan Presiden Singapura SR Nathan, sampai di kursi yang disusun melingkari meja yang di atasnya bertuliskan VIP.

Senyum terus merekah dari bibir para penerima anugerah. Mereka bukanlah tokoh selebritis yang kerap menghiasi lembar berita media. Tapi, malam itu, mereka seakan seperti selebriti. Sejak dari lobi sampai ke puncak prosesi, tak henti kilatan blitz menerpa wajah dan senyum mereka.

Tapi, jelas, kemeriahan tidak akan setara dengan acara pemberian Piala Oscar, atau ajang pemilihan lainnya. Apalagi, mereka yang tampil ini bukanlah hasil kompetisi, pengumpulan dukungan, atau berapa banyak SMS yang mendukungnya. Satu hal yang pasti, acara ini penuh gengsi dan wibawa, sebab mereka terpilih lebih karena dedikasinya yang sangat tunak dan memberi kontribusi berarti pada upaya pelestarian lingkungan secara global. Lagi pula, tidak ada hadiah berupa uang bagi mereka , kecuali anugerah dalam bentuk tropi.

Istimewanya, host untuk acara ini dipandu langsung oleh Miss Earth 2005 Alexandra Braun yang juga Miss Venezuela dan finalis Miss Universe 2006, yang tampil anggun dengan busana tank-top. Ia didampingi Eric Falt yang berwajah mirip Tom Hank. Dia ini Director, Division of Communication and Public Informations UNEP.

Hal yang mungkin sama dengan penganugerahan lain adalah, kesempatan menyampaikan komentar setelah menerima tropi khusus yang didesain oleh pematung Kenya, Kioko dan terbuat dari logam yang didaur ulang. Tropi melambangkan elemen utama yang abadi di atas bumi yaitu matahari, udara, tanah, dan air.

Tropi itu lah yang satu persatu diserahkan kepada Michael Gorbachev (mantan presiden Rusia ini sakit dan diwakili Alexander Likhotal, Presiden Green Cross International, yang dipimpin Gorbachev), Profesor Tommy Koh (Singapura), Massoumeh Ebtekar (wakil presiden wanita pertama Iran), Tewolde Gebre Egziabher (Ethiopia), Rosa Elena Simeon Negrin (Organisasi Wanita untuk Pengembangan LH Cuba, yang menerima secara anumerta diwakili anaknya), dan Mohamed-El Ashry (Mesir), serta Women’s Environment and Development Organization (WEDO) dari AS.

Ternyata inilah hajatan pertama digelar di Asia oleh United Nations Environment Programme (UNEP) yang didukung penuh oleh Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL, holding company PT Riau Andalan Pulp and Paper – Riaupulp). Anugerah yang digagas UNEP tahun 2004 ini, pertama kali digelar tahun lalu di Markas Besar PBB, New York, AS. Selain Presiden SR Nathan, acara ini juga dihadiri Menteri LH dan Sumberdaya Air Singapura Yaacob Ibrahim, pejabat Direktur Eksekutif UNEP Shafqat Kakakhel.

Chairman dan CEO APRIL Sukanto Tanoto juga hadir, bersama President dan COO APRIL AJ Devanesan. Tamu kehormatan lainnya adalah Gubernur Riau HM Rusli Zainal SE dan mantan Menteri LH Prof Dr Emil Salim, serta sejumlah petinggi Riaupulp seperti Dirut Irsan Syarif, Direktur CSR Rudi Fajar dan Manager PR Fakhrunnas MA Jabbar.

***
‘’ANDA tahu siapa mereka yang menerima anugerah ini?’’ Pertanyaan ini adalah kata pembuka dari mantan Menteri LH Emil Salim ketika kepadanya diminta komentar tentang anugerah yang diberikan tersebut.

Lalu Emil Salim pun menyebut nama Michael Gorbachev, yang menggagas Earth Charter, di mana pada Juli mendatang di Brisbane akan menggalakkannya lagi dengan menghimpun para pakar dan pelestari lingkungan. Juga siapa itu Profesor Tommy Koh, yang sejak puluhan lalu sudah berkiprah terhadap upaya perlindungan sumberdaya alam melalui Konvensi Hukum Laut, dan lain-lainnya.

‘’Mereka itu bukan tokoh kemarin sore berkutat dan peduli dengan pelestarian lingkungan. Sudah puluhan tahun mereka berjuang. Jadi, benar sekali kalau hari ini mereka digelar sebagai Champions of the Earth,’’ kata Emil Salim, tetap dengan semangat dan bahasa yang teratur, seperti dulu.

Soal kenapa belum ada tokoh dari Indonesia yang mendapatkannya, Emil Salim tidak terlalu mempermasalahkannya. Karena memang belum ada dan memang yang dipilih adalah mereka yang dedikasinya bermanfaat secara global. Apalagi, persoalan lingkungan tidak mengenal batas-batas negara. ‘’Bagi kita, sebaiknya juga berpikir, bahwa berbuat untuk kawasan regional sih oke, tapi sebaiknya juga melahirkan sesuatu yang dampaknya dapat dirasakan secara global,’’jelas Emil Salim.

Pak Emil benar. Champions of the Earth merupakan penghargaan kepada para pemerhati lingkungan dan tokoh yang telah memberikan kontribusi nyata , baik di kawasan regional maupun global dalam memproteksi dan mengelola sumber-sumber daya alam dan bumi yang lestari.

Mikhail Gorbachev misalnya. Tokoh Rusia yang tersohor dengan Glasnost dan Perestroika-nya ini secara aktif dan responsif mengampanyekan pentingnya kepedulian terhadap lingkungan, terutama di kalangan para pemimpin politik, lebih dari satu dasawarsa, jauh sebelum pembangunan berwawasan lingkungan menjadi isu internasional seperti saat ini.

Sebagai Presiden Rusia dulu, dia membuat perubahan pada kebijakan yang ada, untuk maksud menghentikan pencemaran dan perusakan lingkungan paling buruk di negaranya. Di antaranya ia menutup aktifitas ribuan pabrik yang terbukti lalai dan mengabaikan lingkungan, yakni dengan mencemari Sungai Siberia

Dia belajar banyak secara langsung untuk lebih bersikap secara kritis betapa penting dan strategisnya sumberdaya air, di mana saat ia menjadi Sekjen Pertanian, terjadi malapetaka mengerikan di Laut Aral.

Pengalaman inilah yang menggiringnya mengeluarkan semboyan ‘’Water for Life and Peace’’ sebagai fokus utama Green Cross International, organisasi yang ia dirikan pada 1993. Sejak itu, dia terus aktif terlibat dalam memperbaiki akses dan manajemen tata air secara khusus, guna mencegah terjadinya konflik berlatar masalah air, mulai dari tingkat kampung sampai ke level internasional.

Dia bekerja tanpa kenal lelah untuk meyakinkan bagaimana agar sumberdaya air dapat dikelola dan dimanfaatkan bersama oleh masyarakat Israel, Palestina dan Yordania, dan beliau menjadi penengahnya. Dia juga secara pribadi melalui Green Cross melakukan inisiatif pencegahan konflik air di Afrika, Amerika Selatan, Eropa Tengah, dan di daerah pengairan sungai negerinya sendiri, Volga.

Keterlibatannya yang kritis berhasil menerobos segala kebuntuan untuk sama-sama duduk di meja perundingan membahas masalah krusial tersebut. Paling akhir, tahun 2003 lalu ia menggagas suatu bentuk kepedulian dalam bingkai ‘’Local and Regional Authorities Water Initiative,’’ forum yang lebih menguatkan desentralisasi kerja sama dan solidaritas Utara-Selatan dalam hal penyediaan sumber air minum yang layak untuk warga dunia yang tidak berdaya, dengan tetap menghargai budaya lokal serta ekosistemnya.

Lain lagi tokoh Afrika Tewolde Berhan Gebre Egziabher dari Ethiopia. Doktor berkacamata ini telah mencurahkan sebagian besar tenaganya dalam banyak forum kegiatan yang berhubungan dengan masalah keanekaragaman hayati, khususnya di Convention on Biological Diversity (CBD) serta di Badan Pangan PBB (FAO). Dia secara konsisten sejak belasan tahun silam menentang penggunaan bahan-bahan pertanian yang berbahaya untuk manusia dan lingkungan.

Dia juga berperan penting dalam melahirkan rekomendasi dari Persatuan Afrika, yang memberi dorongan bagi negara-negara Afrika agar lebih berkembang dan mengutamakan pemenuhan hak-hak masyarakatnya, ke posisi yang layak pada Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP), aspek-aspek hak milik intelektual yang berkaitan dengan perdagangan, dan posisi yang jelas tentang perolehan hak-hak untuk hidup. Ia juga membantu pembuatan draf tentang model legislasi Persatuan Afrika untuk hak-hak masyarakat, hal mana yang kemudian dipakai sebagai model oleh semua negara Afrika.

Untuk kawasan Asia-Pasifik, ada nama Profesor Tommy Koh. Tokoh yang satu ini terang-terangan dalam sambutan setelah menerima anugerah, menyebut Prof Emil Salim sebagai gurunya. Koh nyaris mengabdikan seluruh hidupnya untuk lingkungan. Diawali dengan aktifitasnya yang lama di bidang kepramukaan. Di Singapura ia merupakan Pelindung masyarakat asli, ketua Asia-Pacific Centre on Environmental Law dan Ketua Dewan penasehat pada program Master Managemen Lingkungan pada National University of Singapura.

Di level internasional, ia sudah memberikan sumbangan yang signifikan terhadap pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Dia pernah terpilih untuk mengetuai panitia persiapan untuk Konferensi. Lingkungan pada tahun 1972 di Stockholm. Dua puluh tahun lalu, dia terpilih sebagai ketua bagi persiapan konferensi PBB 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan.

Dia mengetuai panitia utama di Earth Summit (KTT Bumi). Sesudah itu, Sekjen PBB mengangkatnya menjadi Dewan Penasehat Tingkat Tinggi untuk Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Dia juga menghabiskan satu dasawarsa waktunya untuk membantu PBB melangsungkan konvensi tentang Hukum Laut. Dia pun terpilih sebagai presiden konferensi itu pada tahun terakhirnya yang kritis. Suatu konvensi yang kemudian melahirkan keputusan-keputusan penting tentang perlindungan lingkungan kelautan.

Atas segala kontribusinya terhadap lingkungan, membuat ia berhak atas gelar ‘’Commander of the Order of the Golden Ark’’ oleh Pangeran Bernhard dari belanda. Ia juga peraih Elizabeth Haub Prize for Environmental Law dari Free University Brussel dan World Conservation Union (IUCN).

Sedangkan dari kawasan Amerika Latin dan Karibia, ada,Dr Rosa Elena Simeon Negrin dari Kuba. Semangatnya untuk lingkungan yang lestari adalah contoh gemilang yang pantas untuk diteladani.

Kerja keras, berbakti dan tak mementingkan diri sendiri merupakan garansi penting yang ditunjukkannya dalam hal penyadaran pentingnya kelestarian alam, yang karenanya dapat mengangkat lagi kesadaran masyarakat Kuba untuk hal yang sama.

Dia dipercaya sebagai pimpinan dan itu berlangsung selama 20 tahun, saat di mana persoalan lingkungan mulai tampil secara menonjol di agenda politik pemerintah dan organisasi internasion¬al. Dia dapat meyakinkan untuk melakukan hal-hal praktis bagaimana pengelolaan lingkungan yang baik dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kuba.

Pada tahun 1989, dia mengambil bagian, untuk pertama kalinya, di Forum Menteri Lingkungan Amerika Latin dan Karibia, yang perte¬muan keenamnya berlangsung di Brazil tahun itu. Sejak saat itu, sampai meninggalnya pada 2004, Dr Negrin menjalankan perannya dan sentiasa secara luas disambut antusias di kawasan tersebut. Dia juga mengorganisir kesiapan Kuba mengikuti KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil dan ia pula yang langsung memimpin delegasi Kuba ke forum tersebut.

Dia selalu mempunyai pandangan jernih tentang konsep "berpikir secara global dan bertingkah secara lokal" dan dia mewujudkan pandangan ini pada setiap forum internasional yang diikutinya. Pada 1994, dia mengambil bagian pada Alliance of Small Island States Summit (AOSIS). Saat itu ia bertindak sebagai seorang mediator internasional yang ulung dan dapat mencurahkan pengalaman yang didapat dari partisipasinya di KTT Rio ke forum itu.

Dari Asia Barat, ada Mohamed El-Ashry (Mesir). Sumbangsih yang diberikannya dalam hal perlindungan lingkungan dan bagaimana secara bijak mengelola sumberdaya alam, sudah berlanusng selama 35 tahun, lebih dulu dari dideklarasikannya Earth Day tahun 1970.

Ia banyak memberi kontribusi sepanjang karirnya bagi dunia akademis, lembaga-lembaga publik, LSM, sebagai think tank bagi banyak lembaga international.Prestasi El-Ashry yang paling berarti adalah kerja 12 tahunnya dalam merestrukturisasi Global Environment Facility (GEF), ketika dia menjabat sebagai Direktur Utama dan pimpinan pertamanya.

Di bawah pimpinannya, GEF terus berkembang dari semula hanya dengan 30 anggota dengan anggaran sebesar 800 juta dolar, kini menjadi satu-satunya lembaga sumber pembiayaan untuk lingkungan global dengan 174 negara anggota. Sejauh ini GEF telah mengalokasikan 4,5 miliar dolar dana bantuan, dan 12 miliar dolar lainnya dalam bentuk, pembiayaan tambahan untuk lingkungan global, untuk potrofolio lebih dari 1.200 proyek pada 140 negara berkembang.

Asia dan Pasifik, diwakili Massoumeh Ebtekar, wanita pertama yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Iran. Filosofi Massoumeh Ebtekar dalam hal pembangunan berwawasan lingkungan adalah bagaimana mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keprihatinan lingkungan adalah satu kesatuan yang harus diperhatikan oleh PBB.

Dia menaruh kepedulian yang tinggi dalam masalah pencemaran udara di Teheran dan perlindungan kehidupan kelautan di kawasan Teluk. Langkah-langkah yang diambil Ebtekar ikut melahirkan satu bentuk kepedulian lingkungan bagi dunia industri dan sektor energi di Iran. Kita patut berterima kasih karena atas sumbangsihnya, tercipta integrasi yang padu antara teknologi produksi yang bersih, sistem manajemen pemberdayaan lingkungan, ke dalam industri petrokimia negara tersebut.

Di bawah bimbingannya, Department of Environment mampu menciptakan jalinan kerja sama secara baik pemerintah dan sektor perorangan untuk bagaimana secara intensif terus peduli terhadap kelestarian lingkungan, antara sektor industri dan aktifitas ekonomi.

Sedangkan dari kawasan Amerika Utara, penerima anugerah adalah Women’s Environment and Development Organization (WEDO), yang didirikan pada 1990 oleh wanita mantan anggota Kongres Bella Abzug serta aktivis dan wartawan Mim Kelber, yang melakukan pembelaan terhadap kaum wanita dan kesetaraan gender di forum-forum yang melahirkan kebijakan global, mendukung kaumnya yang berperan di posisi-posisi penting dalam kegiatan ekonomi, sosial dan kesetaraan gender, planet damai yang sehat, dan hak-hak asasi manusia untuk semua.

WEDO memosisikan diri sebagai ‘’pemimpin’’ bagi tiap organisasi wanita dalam kancah kegiatan internasional. Pada Konferensi Internasional PBB tentang Perkembangan Lingkungan (UNCED) tahun 1992 misalnya, WEDO menghadirkan lebih dari 1.500 orang wanita dari lebih 80 negara bagi Kongres Wanita Dunia untuk Planet Sehat, di mana mereka menghasilkan Women’s Action Agenda 21, suatu landasan yang komprehensif yang digunakan UNCED untuk menempatkan kesetaraan hak-hak dan gender sebagai prioritas utama pada tiap penyusunan agenda pembangunan berwawasan lingkungan.***

Tidak ada komentar: