Senin, 26 Mei 2008

Ke Singapura 3

Sisi Lain dari Perjalanan Jurnalistik ke Singapura (3-habis)
Bilang Alumnus S2 Australia, Tak Jadi Digoda

Laporan AMZAR, Singapura
amzartpi62@gmail.com

Kendati negara sekuler, Singapura tetap memerhatikan secara serius masalah-masalah sensitif yang kalau terbiarkan berlarut-larut di tengah masyarakat, akan menjejas ke banyak segi kehidupan lainnya. Di sini, MUIS mengambil peran penting.

BAGI Singapura, sesuatu yang bisa mengganggu kelancaran gerak laju pembangunan, sekecil apapun potensinya, tetap dianggap hal serius yang dapat menghalangi semua proses untuk memajukan negara tersebut. Karenanya, antisipasi dilakukan di semua lini.


Untuk hal seperti inilah, peranan Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) amat signifikan. Keberadaan MUIS sendiri, memang terasa berwibawa dan strategis. Itu sudah dirasakan begitu sampai di kantor MUIS yang sekaligus sebagai Islamic Centre of Singapore, di kawasan 273 Braddell Road.

Gedungnya megah berlantai enam. Di lobi, ada meja resepsionis yang dilengkapi peralatan serba computerized. Panel elektronik yang dipasang di dinding atas ruang tunggu menyajikan beragam informasi yang dikendalikan oleh petugas di bagian resepsionis. Mulai dari jadwal salat, sampai ke informasi tentang besaran nisab untuk zakat harta yang harus
ditunaikan oleh umat.

Kami diantar dengan lift menuju ruang pertemuan di lantai lima. Petugas penerima dan yang menyertai kami ke atas, berpenampilan layaknya pekerja kantoran, rapi dan cekatan.

Satu hal lain, seperti lazimnya banyak tempat di Singapura, semua ruangan dan fasilitas yang ada di sini bersih dan nyaman.

Kami kebetulan satu lift dengan seorang wanita muda berjilbab, dengan raut wajah ramah. Ia mengaku berkhidmat di MUIS tersebut. Karena rombongan kami kebanyakan lelaki, ada yang coba-coba menggoda. Tapi, niat itu langsung urung, begitu pertanyaan kedua mengarah kepada latar belakang pendidikan sang gadis. Memang sedikit di luar perkiraan, karena
ternyata ia berpendidikan tinggi, alumnus salah satu universitas di Melbourne, Australia pada jenjang strata dua.

Soal kaum muda muslim berpendidikan memadai ini, memang seperti itulah keadaannya. Menurut Presiden MUIS H Mohd Alami Musa, penduduk muslim di Singapura sebanyak 15 persen dari total penduduk negara tersebut. Tercatat 99 persen dari populasi kaum muslim, adalah bangsa Melayu, selebihnya keturunan India. Kaum muda, berusia di bawah 20 tahun merupakan jumlah terbesar, sebanyak 37 persen, dengan pendidikan rata-rata tingkat menengah ke atas.

Secara umum, pengaturan tentang keagamaan bagi warga negara Singapura tertuang di dalam undang-undang yang dikenal dengan AMLA tahun 1966. MUIS sendiri sudah ada sejak tahun 1915 dan ditubuhkan kembali tahun 1946. Di antara tugas yang diemban MUIS adalah mengelola dan mengatur masalah zakat, wakaf, urusan haji, labelisasi halal dan aktifitas dakwah.

''Semua wakaf didaftarkan ke MUIS. Kami mencatat sedikitnya ada 53 jenis wakaf untuk pembangunan masjid, dengan jumlah asset saat ini sebanyak 250 juta dolar Singapura,'' kata H Mohd Alami Musa.

MUIS juga berkepentingan dalam hal membangun masjid, madrasah, mengeluarkan fatwa, serta mengoordinir penghimpunan dana untuk menyantuni kaum dhuafa. Mencatat perkawinan warga muslim Singapura juga menjadi tugas MUIS.

Untuk masjid, kata H Mohd Alami Musa, sudah terbangun sebanyak 69 masjid di merata Singapura. ''Fungsi masjid di sini tidak semata sebagai tempat beribadah, tetapi juga sebagai tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar, serta pembangunan umat. Kepengurusan masjid ini dilantik dan dikukuhkan oleh MUIS untuk dua tahun masa
khidmat,''katanya.

Petinggi MUIS pun dengan bangga menjelaskan bahwa saat ini mereka punya bangunan serbaguna yang megah di kawasan Beach Road, yang dibangun dari penghimpunan pajak, dengan nilai 25 juta dolar Singapura. ''Kami sentiasa menjelaskan ke publik manfaat pungutan zakat yang kita lakukan, yakni untuk kemaslahatan umat, antara lain untuk bea siswa, pendidikan serta membantu kaum dhuafa.

Soal labelisasi halal, ada penjelasan menarik yang disampaikan Presiden MUIS. Bahwa, pencantuman dan penetapan label halal tidaklah diwajibkan, tapi sukarela. Namun bukan berarti boleh sembarangan memasang label halal pada produk yang dipasarkan. ''Bisa dituntut di Mahkamah,'' timpal Zainal Abidin Ibrahim, Head Corporate Communication, MUIS.

Kendati tidak ada paksaan, nyatanya para produsen, baik yang produknya untuk konsumsi lokal maupun mancanegara, tetap mengambil-berat masalah ini. ''Buktinya, mereka dengan penuh kesadaran mengurus segala persyaratan untuk mendapatkan label halal dari MUIS. Malah, umumnya mereka merasa lebih beruntung setelah memperolehnya dari kita. Produknya tidak diragukan oleh konsumen, terutama di Asia Tenggara dan negara-negara muslim lainnya,''kata Zainal Abidin.

Soal toleransi terhadap warga dan pekerja muslim di Singapura, juga menjadi perhatian serius pemerintahnya. Menurut Presiden MUIS, pemerintah di sana memandangnya sebagai hal yang sensitif. Di sekolah, misalnya, di mana 96 persen dari anak-anak muslim menuntut ilmu di sekolah negeri, sisanya di madrasah, mereka tetap memperoleh perlakuan sama.

Penilaian lebih didasarkan pada prestasi akademik. ''Pada prinsipnya, semua bebas dan diperlakukan sama. Sama sekali tidak ada diskriminasi,''katanya.

Begitu pula di sektor pekerjaan. Di sini pemerintah Singapura lebih tegas lagi soal praktek diskriminasi. Keprihatinan pernah dilontarkan oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong, yang bahkan kemudian memberikan teguran kepada sebuah perusahaan milik pengusaha Tionghoa karena mensyaratkan menguasai bahasa mandarin di antara senarai yang harus dipenuhi calon pekerja.

''Komplain soal diskriminasi bisa disampaikan ke Ministry of �Manpower atau sarikat pekerja. Memang kalau ada praktek diskriminasi, lantas dilaporkan dan kemudian terbukti, akan diberikan sanksi,'' kata Zainal Abidin.

***

Hal lain yang juga sensitif adalah soal politik. Namun tidaklah tabu untuk membincangkannya. Malah, kami diberi kesempatan melihat langsung bagaimana praktik kegiatan politik di Singapura, yang ternyata berjalan dinamis dan penuh interaksi positif.

Contohnya, ketika Zainul Abidin Rasheed, anggota parlemen dan juga salahsatu menteri negara (juga sebagai Chairman the Malay Heritage Foundation), mengundang kami ke kawasan undi di mana ia memenangkan kursi sebagai anggota parlemen.

Di kawasan undinya ini, Rasyid punya komunitas warga sekitaran yang notabene adalah pendukungnya di Partai Tindakan Rakyat (PAP), yang markas cabangnya di Eunos, berlokasi di Block 616, Bedok Reservoir Road.

Di sini, Rasheed memperlihatkan satu tradisi kepartaian, yang menggambarkan talian rapat antara partai, anggota parlemen dan audiens pendukungnya. Mereka memiliki community club sendiri, yang terletak di kawasan undi Aljuneid. Uniknya, pusat kegiatan masyarakat ini gedungnya dibangun sedemikian rupa dengan mengambil corak atap bangunan mirip dengan atap bagonjong rumah adat Minangkabau.

Kedatangan rombongan kami disambut layaknya pembesar negeri. Jejeran kaum remaja multi etnis yang berbusana khas Melayu, menyambut dengan tetabuhan kompang yang semarak, berdiri membentuk pagar, mengapit jejeran karpet yang akan kami lintasi. Di teras utama, telah siap tiga anak muda lainnya, yang memeragakan jurus-jurus pencak silat dengan tangkas, dilanjut dengan persembahan tari Melayu oleh tiga dara belia.

Rasheed di sini menjelaskan secara ringkas tentang keberadaan community club tersebut, yang menjadi tempat berhimpun dan beraktifitas warga. Pihaknya juga menyediakan beberapa fasilitas bagi warga, sedemikian rupa sehingga masyarakat yang berdiam di wilayah tersebut dapat menyalurkan aktifitas kemasyarakatannya, termasuk kegiatan anak-anak yang positif, seperti kursus-kursus, pelatihan pencak silat, bahkan ada juga les karaoke.

''Di sini, masyarakat juga bisa saling berinteraksi, setelah seharian bekerja dan pulang ke rumah flatnya, kawasan seperti ini menjadi salah satu alternatif untuk tetap saling peduli dengan jiran-tetangga,'' kata Zainul Abidin Rasheed.

Selasa malam itu, juga ada kesibukan lainnya di markas cabang PAP tempat Rasheed berkhidmat. Bersama pengurus partai dan para sukarelawan lainnya, tim Rasheed menerima langsung pengaduan dari warga sekitar yang bermukim di wilayah Aljuneid tersebut.

''Ini kegiatan rutin kita setiap Selasa malam. Rata-rata ada enampuluh warga yang datang mengadukan permasalahan yang mereka hadapi, mulai dari kesulitan menghadapi
birokrasi, masalah kredit yang tidak terlansaikan, sampai ke soal percekcokan dengan jiran-tetangga. Semua kita tampung,'' kata Rasheed.

Tidak semua, memang, pengaduan tersebut sampai ke meja Rasheed selaku petinggi partai yang notabene juga merupakan anggota parlemen serta pejabat Menteri Negara. ''Beberapa di antaranya memang langsung saya tangani, setelah pukul sepuluh malam. Mana-mana soal yang mustahak, bisa kita teruskan ke parlemen, ke pejabat yang berkenaan, atau mungkin ada rekomendasi lain yang dapat kita sodorkan sebagai solusi. Memang, tidak semua masalah otomatis dapat diberikan solusinya. Namun setidaknya mereka merasa lega bahwa masalahnya tidak dipendam sendiri,'' kata Rasheed.***

Tidak ada komentar: