Senin, 26 Mei 2008

Ke Singapura 2

Sisi Lain dari Perjalanan Jurnalistik ke Singapura (2)
Menjual Keunggulan, Tawarkan Konsep CORE


Laporan AMZAR, Singapura
amzartpi62@gmail.com

Melihat Singapura dalam posisinya saat ini, menggeliik rasa ingin tahu, apa sih yang mereka lakukan dalam pencapaiannya. Soal ekonomi dan industri, misalnya, bagaimana
kesemuanya berkembang tak jauh dari apa yang dirancang lebih empat dasawarsa silam.

SINGAPURA hari ini menikmati arti penting terjaganya stabilitas, kedisiplinan, kelengkapan infrastruktur, dan kepastian hukum. Itu adalah sebagian dari banyak penunjang yang sudah difungsikan secara semestinya. Bagaimana pun, ini menopang dan berkait-kelindan dengan sektor lain untuk leluasa berkembang, di antaranya sektor ekonomi.


Faktor-faktor penunjang tadi seakan menjadi garansi. Buktinya, nyaris tidak ada gangguan berarti bagi bergerak dinamisnya mesin-mesin ekonomi dan industri. Setidaknya, itu tergambar manakala kami bertandang ke gedung jangkung di 10 Shenton Way, markasnya Monetary Authority of Singapore (MAS), yang juga punya kantor di New York dan London.

Institusi yang sudah ada sejak 1971 ini merupakan lembaga otoritas yang mengatur semua elemen yang terkait masalah moneter, perbankan dan aspek finansial lainnya di sana. Mereka mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk membantu sedemikian rupa sehingga tetap terjaganya stabilitas moneter dan memberi kontribusi yang memungkinkan lahirnya kebijakan-kebijakan yang kondusif bagi menopang pertumbuhan ekonomi.

Di sini, kami memang tidak bertemu langsung Ketua Dewan Direksinya, Goh Chok Tong, sang mantan PM yang kini sebagai Menteri Senior. Namun tetaplah wajah-wajah segar kembali kami jumpai, saat berdiskusi usai mereka menjelaskan tentang apa itu MAS. Istimewanya, kali ini deretan eksekutif muda yang kami hadapi kesemuanya wanita. Mereka, Angelina Fernandez selaku Director Communications pada External Department, Calisa Yip Lai Fun, Denise Gan Eunne-Ru (keduanya asisten Angelina), serta Jeanette Low, secara gamblang bergantian menyampaikan penjelasan baik soal moneter Singapura maupun tentang MAS sendiri.

Mereka dengan tangkas menguraikan bahwa sektor finansial Singapura yang menyumbang 11,3 persen GDP tersebut saat ini ditopang sedikitnya 600 institusi finansial, di antaranya 158 bank bertaraf internasional, 144 perusahaan asuransi dunia, 91 Fund Managers dan sebagainya. Untuk sektor pasar modal, Singapura menempati posisi empat besar dalam senarai lantai bursa terkemuka, setelah London, New York dan Tokyo. Karenanya tak heran jika Singapura menjadi salah satu pusat pasar modal di Asia.

Mau tahu keunggulan lainnya? Lihat saja angka perkembangan industri asuransinya, di mana 19 dari 25 grup asuransi kenamaan dunia, mengambil Singapura sebagai home-base, markasnya.

Tentang MAS sendiri, juga dijelaskan Angelina cs. Bahwa MAS saat ini mengatur secara umum beragam masalah anggaran untuk sejumlah lembaga keuangan, perbankan, asuransi, lembaga sekuritas dan sektor-sektor finansial lainnya. Lembaga ini juga sebagai Bankers and Financial Agent to Government dan dalam hal kebijakan moneter, MAS berperan besar dalam merumuskan serta mengeluarkan kebijakan moneter. Sejak merger dengan the Board of Commissioners of Currency 1 Oktober 2002 lalu, MAS juga mengambil peran penting lainnya di bidang pengeluaran mata uang. Lembaga ini membawa misi bagaimana ikut meyakinkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara tersebut terkawal, selain sebagai pusat kegiatan finansial yang progresif.

Masih terkait masalah ekonomi, penjelasan penting kami terima saat bertandang ke Singapore Economic Development Board (EDB), yang kantornya mentereng di kawasan elit, 250 North Bridge Road, Raffles City Tower, persis bersebelahan dengan Swissotel The Stamford, tempat kami menginap. Di markas EDB ini juga dapat disaksikan view menawan Singapura dari segenap penjuru.

Eksekutif muda EDB yang menjelaskan tentang perkembangan ekonomi Singapura kepada kami adalah Lim Seng Jin selaku Head Marketing Communications, Corporate Services Division, bersama Tan Choon Shian, Direktur Marketing Communications, dan beberapa stafnya.

Oh ya, EDB ini sendiri merupakan sebuah agensi penting sebagai perencana dan sekaligus memutuskan bagaimana strategi berkelanjutan untuk terus mendorong Singapura sebagai pusat bisnis dan investasi bagi rekanan multinasional dan bagaimana mereka diyakinkan untuk menetapkan negara itu sebagai markas yang sangat kompetitif bagi perusahaannya. Lims cs pun dengan gamblang memaparkan sekian banyak keunggulan negaranya, dengan memberikan gambaran betapa pesatnya perkembangan ekonomi Singapura. Diperbandingkan bagaimana angka GDP tahun 1960 yang hanya 1280 juta dolar AS, menjadi 106 miliar dolar AS tahun 2004. Namun mereka juga realistis dengan perkembangan global saat ini, sehingga kalau angka tingkat pertumbuhan GDP tahun lalu sebesar 5,7 persen, maka estimasi pertumbuhan untuk tahun 2006 ini diperkirakan pada kisaran 3-5 persen.

Mereka juga memaparkan bagaimana siklus perubahan yang dialami dalam apa yang mereka sebut transformasi industri dalam rentang waktu tersebut.

Kalau di era 60-an, mereka masih berkutat pada penggunaan tenaga kerja secara intensif, dengan sedikit tenaga kerja yang terdidik. Pada dasawarsa 70-an sudah bergerak ke skill-intensive, dengan kemampuan yang meningkat, berkonsentrasi mengembangkan keahliaan serta memulai pusat-pusat pelatihan.

Lantas di era 80-an mereka sudah berubah ke arah capital-intensive, di mana untuk pertama kalinya memiliki pabrik semiconductor wafer, pertama yang memiliki kompleks petrokimia, serta mulai melakukan diversifikasi industri engineering.

Menapak ke era Technology-intensive di dasawarsa 90-an, Singapura pun tambah pesat secara total menjadi pusat bisnis, menjadi markas besar bagi banyak perusahaan kelas dunia dan tampil sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi kawasan.

Kini, di abad 21, mereka dengan percaya diri merasa sudah berada di tahapan Knowledge-intensive, di mana mereka menjadi bagian penting dalam gerak globalisasi, pesatnya perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, serta bagaimana industri di sana bergerak menuju era baru.

Mereka pun menawarkan konsep CORE untuk menggambarkan bagaimana keuntungan memilih Singapura sebagai basis kegiatan industri.

Pertama adalah C yakni Connectivity, jaringan empat elemen pendukung yang menjadi garansi, yakni transport di mana Singapura dengan pelabuhan peti kemas tersibuk di dunia, transportasi udara dengan 4.000 penerbangan per minggu ke 177 kota di dunia. Garansi berikutnya adalah market, di mana Singapura sebagai kawasan perdagangan bebas, memiliki 52 perjanjian tentang pajak berganda, serta sedikitnya punya 40 perjanjian tentang jaminan investasi.

Kedua, O, yakni Openness. Keterbukaan negara ini menjadi garansi tersendiri, di antaranya mereka sangat terbuka dengan para pendatang. Lihat saja, satu dari empat penduduk Singapura adalah orang asing. Faktor lain keterbukaan adalah dengan kondisi kosmopolitan Singapura yang sudah sepadu dalam penggunaan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari. Posisinya sebagai Asia's Best Place for Live versi ECA International 2006 (di atas Tokyo dan Hong Kong) juga mereka jadikan garansi, selain juga faktor tempat andalan bagi peminat sekolah tinggi, di mana lebih 20 persen mahasiswa di sana adalah dari luar Singapura

Ketiga, R, yakni Reliability. Tingginya tingkat kepercayaan dicontohkan di antaranya dalam hal kredibilitas, di mana Singapura teratas di Asia dalam hal corporate governance, negara dengan peringkat korupsi terendah di Asia, dan negara dengan tingkat resiko investasi paling rendah di Asia. Malah pencantuman ''Made in Singapore'' mereka yakini betul sudah memberikan jaminan kualitas dari produk itu Konsep yang keempat, E, yaitu Enterprise, di mana Singapura setakat ini menjadi tempat pilihan bagi sedikitnya 7.000 perusahaan, di mana 4.000 di antaranya menjadikan negara kota ini sebagai markas besarnya. Belum lagi posisi Singapura (versi bank Dunia) sebagai ''Top in Asia for Ease of Doing Business'' dan sebagai negara dengan tenaga kerja terbaik selama 25 tahun berjalan, di atas Amerika Serikat dan Taiwan.(bersambung)

Tidak ada komentar: