Senin, 22 Juni 2009

Bayi Tabung

Para Dokter Harapan
Pasangan Sulit Punya Anak

23 Tahun, 4.000 Bayi Tabung



10 TAHUN: Selama 10 tahun, dr Ivan Rizal Sini SpOG telah menangani 700-800 pasien bayi tabung. (jpnn)


SURABAYA - Dokter-dokter ini boleh dikatakan menjadi tujuan bagi pasangan yang sulit punya keturunan. Mereka adalah ahli bayi tabung dari beberapa kota di Indonesia. Bagaimana tren permintaan bayi tabung?

Di Indonesia, nama dr Aucky Hinting PhD SpAnd cukup dikenal sebagai ahli bayi tabung. Sudah 23 tahun dia bergelut dengan program yang diperuntukkan bagi pasangan yang sulit punya keturunan itu. Selama berkiprah, sudah ribuan bayi tabung yang berhasil dia tangani. “Kira-kira sudah 4.000 bayi tabung yang saya tangani. Tapi, tentu tidak semua berhasil,” katanya merendah.

Menurut Aucky, tingkat keberhasilan bayi tabung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ketika kali pertama dia menangani bayi tabung pada 80-an, tingkat keberhasilannya berkisar 30-40 persen. Namun, semakin pesat perkembangan zaman, tingkat keberhasilan pun meningkat. Kini, kisarannya 70-80 persen. “Apalagi jika program bayi tabung dilakukan lebih dari dua kali. Tingkat keberhasilannya juga sampai 80 persen,” jelas bapak dua putri itu.

Namun, dia tidak memungkiri bahwa tingkat keberhasilan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap pasangan. Apalagi, penyebab faktor infertilitas bisa bermacam-macam.
Sebagai dokter spesialis andrologi, Aucky menemukan fakta bahwa permasalahan infertilitas lebih banyak bersumber pada laki-laki. “Kebanyakan memang pihak sang suami yang mengalami masalah dengan kesuburan,” papar dokter yang menangani bayi tabung sejak 1986 itu.Dari sekian banyak kasus, yang sering ditemui adalah pria dengan kondisi sperma kurang baik. “Kurang baik itu bisa dari segi kualitas, mobilitas kurang aktif, atau tidak berbentuk sempurna, yakni berbentuk oval dengan ekor,” ujar pria kelahiran 7 Agustus 1953 itu.

Penyebab kualitas sperma yang buruk bisa bermacam-macam. Di antaranya infeksi atau kelainan genetika. Namun, kondisi tersebut bukan berarti vonis mati. Dia menuturkan, banyak kelahiran bayi tabung berhasil meski kualitas spermanya buruk. Suami Devy Aswarie itu mencontohkan pasangan yang bisa langsung hamil setelah sekali menjalani program bayi tabung. Ada juga yang empat kali menjalani program, sang istri bisa mengandung tiga kali. “Jadi, bayinya ada enam. Sebab, pada kehamilan kedua dia mengandung anak kembar, kehamilan ketiga, kembar tiga,” jelasnya. Inilah yang membuat Aucky senang.

Namun, lanjutnya, ada juga yang sampai tiga kali menjalani program, tapi tidak kunjung hamil. “Kalau sudah lebih dari tiga kali, biasanya susah hamilnya,” ujarnya.

Meski demikian, banyak juga pasangan yang tidak menyerah. Sudah tiga kali mengalami kegagalan program bayi tabung, dia masih mau mencoba beberapa kali. “Di antara klien yang saya tangani, ada pasangan yang mencoba sampai tujuh kali dan akhirnya berhasil hamil. Di Amerika, malah lebih ekstrem, bisa sampai 17 kali,” tuturnya.

Faktor usia, lanjut Aucky, juga berpengaruh pada keberhasilan program bayi tabung. “Semakin tua, kualitas spermanya semakin menurun,” ujarnya. Untuk itu, dia menyarankan agar tidak menunda usia pernikahan. “Semakin lama menunda, biasanya malah lupa menikah,” ujarnya.

Dia mencontohkan salah seorang kliennya yang baru terpikir untuk memiliki keturunan kala usianya sudah uzur. Klien tersebut sangat sibuk. Bisnisnya berkembang sangat pesat. Namun, di usia 70 tahun, dia terserang stroke. “Baru pada saat itu dia kebingungan karena belum punya keturunan. Dia tidak punya ahli waris untuk semua kekayaannya,” kata Aucky. Akhirnya dia menikah. Tidak lama kemudian, dia menjalani program bayi tabung dan berhasil. Sayangnya, ketika sang anak berusia tiga tahun, dia meninggal dunia.

Untuk itu, Aucky sangat menyayangkan pasangan yang menunda menikah. “Kalau bisa, selagi muda segeralah menikah, karena kualitas sperma masih bagus, sehingga mudah punya keturunan,” ujarnya.

Namun, faktor kualitas sperma yang buruk bukan kasus tersulit. Bagi Aucky, kasus tersusah yang pernah ditangani adalah ketika menghadapi klien dengan sperma nol alias tidak bisa mengeluarkan sperma.

Untuk kasus yang satu ini, dia harus melakukan pembedahan kecil di bagian vital laki-laki untuk mencari sperma yang ada. Proses pencarian tersebut tidak sebentar, tapi bisa berlangsung berjam-jam. “Saya pernah mencari sperma empat jam nonstop,” ujarnya.

Namun, kasus sperma nol hanya sedikit. Di samping itu, tingkat keberhasilannya juga tidak jauh berbeda dengan kasus kualitas sperma yang buruk. “Dari seluruh klien saya, hanya 10 persen,” ujarnya.

Aucky mulai terlibat dengan program bayi tabung ketika mengikuti pendidikan program PhD di Reproductive Medicine State University of Ghent Belgium pada 1986. Saat itu dia tergabung dalam tim bayi tabung di sana.

Pada 1990 dia kembali ke tanah air. Bersama sejumlah dokter spesialis obstetri dan ginekologi serta dokter spesialis andrologi, dia mencetuskan adanya program bayi tabung RSUD dr Soetomo pada tahun yang sama. Pada 1994, dia bergabung dengan Siloam Hospital dan mendirikan klinik infertilitas di sana. Menurut Aucky, bidang medis yang digeluti kini penuh tantangan. “Saya suka dengan hal-hal yang memerlukan pemecahan,” ujarnya.

Sementara dr Ivan Rizal Sini SpOG di usianya masih relatif muda, 37 tahun. juga telah mampu berprestasinya di bidang bayi tabung. Dia pernah berhasil menangani program itu di luar negeri. Kini, dia semakin tertantang untuk menekuni bayi tabung di tanah air.

Sehari-hari Rizal menjabat vice president director di PT Bundamedik yang mengelola RSIA (RS Ibu dan Anak) Bunda, Jalan Teuku Cik Di Tiro, Menteng, Jakarta Pusat. Hingga kini, sudah sepuluh tahun Rizal menekuni bidang bayi tabung. Selama itu, alumnus Reproductive Medicine University of Western Sydney pada 2005 tersebut menangani 700-800 pasien bayi tabung.

Di antara jumlah kasus yang ditangani itu, 40-50 persen berhasil. Artinya, Ivan —demikian dia disapa— berhasil “melahirkan” sekitar 300 bayi melalui program fertilisasi in vitro atau program bayi tabung. Sekitar 20 persen di antara mereka lahir kembar.

Ivan menceritakan, dirinya tertarik menekuni bayi tabung lantaran merasa takjub terhadap proses perkembangan embrio dalam rahim manusia. “This is absolutely fascinating,” ujarnya.

Sepuluh tahun lalu, kata dia, tingkat keberhasilan program bayi tabung masih rendah. Angkanya 10-15 persen. Meski demikian, dia amat tertarik untuk mendalami bidang tersebut. Ketika itu, Ivan percaya, prospek program bayi tabung di masa mendatang bakal lebih baik seiring dengan terus berkembangnya dunia kedokteran.

Benar saja, kini program bayi tabung memang kian diminati. Apalagi tingkat persentase keberhasilannya juga semakin tinggi. Angkanya 40-60 persen. “Semakin tingginya tingkat keberhasilan program ini juga semakin meningkatkan kepercayaan diri kami,” tuturnya.(kit/kum/jpnn.com)

Tidak ada komentar: