Kamis, 29 September 2011

Abadikan Baku Tembak dari Balik Pohon Sawit

Menyusuri Jejak Gerombolan Bersenpi di Dolok Masihul, Kabupaten Sergai (1)

Hardono Purba, Silou Kahean

Tegang, waswas, dan lelah menjadi satu saat kru METRO turut bersama polisi berburu gerombolan bersenjata api (senpi) yang bersembunyi di perkebunan sawit di Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) beberapa hari lalu. Bagaimana kisahnya? Ikuti mulai edisi hari ini.

Jumat pagi, (1/10) METRO meluncur menuju Dusun II Desa Dolok Manampang, Kecamatan Dolok Masihul, lokasi di mana mobil Kapolsek Dolok Masihul ditembak kawanan bersenpi. Menyusuri jalan pintas yang becek dan berlumpur di kawasan perkebunan PTPN III Silou Dunia, beberapa kali sepedamotor yang dikendarai terpeleset di kubangan lumpur.

Di lokasi kejadian, ratusan warga berkumpul. Satu unit truk Samapta dan mobil patroli disiagakan di sana . Sementara puluhan personel polisi berpakaian dinas dan sipil berjaga–jaga. Sebagian tampak mengatur lalu-lintas yang macet. Kebetulan ruas jalan tersebut memang jalan utama dari Dolok Masihul menuju Medan via Galang dan Lubuk Pakam, Kabupaten Deliserdang.

Setelah memarkirkan sepedamotor, METRO menemui Wakapolres Sergai, Kompol Syahril Yusuf yang sedang beristirahat di sebuah warung. Di warung tersebut, perwira menengah ini menceritakan kronologi kontak senjata. Ternyata Wakapolres berada di dalam mobil saat kawanan bersenpi menembaki mobil Kijang milik Kapolres.

“Saya, Kapolsek Dolok Masihul, dan seorang anggota sedang melakukan penyisiran dari arah Galang menuju Dolok Masihul. Di TKP, mereka menembaki mobil yang langsung kami balas dengan tembakan juga. Dua orang meninggalkan sepedamotor dan lari ke arah perladangan, sementara empat sepedamotor lainnya dibawa kabur ke arah Dolok Masihul,” tuturnya.

Usai berbincang dengan Wakapolres, METRO menemui warga di sekitar tempat kejadian perkara (TKP). Namun beberapa warga enggan memberikan informasi.

“Takut,” ujar salah seorang dari mereka.

Namun setelah diajak berkenalan dan martutur (menyebutkan hubungan marga), warga mau diajak cerita.

“Suasana saat itu mencekam. Terdengar beberapa kali letusan senjata, juga teriakan aparat meminta kami tiarap dan mematikan lampu. Kami juga mendengar derap langkah berlari dari samping rumah menuju perladangan sawit dan karet di belakang rumah,” ujar Eli br Barus, warga setempat. Di depan rumah Eli, kawanan meninggalkan satu unit sepedamotor Yamaha Vega R.

Hanya itu yang diketahuinya. Sebab saat kejadian ia berada di dalam rumah, dan tidak berani keluar.

Dari situ, METRO menuju desa Pekan Kamis, TKP kontak senjata kedua, sekitar lima kilometer dari lokasi kontak senjata pertama, k earah Tebing Tinggi. Di Dolok Masihul, METRO berpapasan dengan iring-iringan kendaraan Wakapoldasu Brigjen Pol Syafruddin yang ingin meninjau TKP. METRO langsung balik kanan mengikuti iring-iringan kendaraan tersebut. Di sebuah lokasi penimbangan kelapa sawit di sekitar TKP, Wakapoldasu memberikan keterangan pers.

“Empat pleton pasukan sedang melakukan penyisiran sampai batas waktu tidak ditentukan, aparat TNI juga turut membantu pengejaran,” jelasnya.

Selanjutnya METRO meneruskan perjalanan ke Pekan Kamis dan singgah di Mapolsek Dolok Masihul. Tempat ini dijaga ketat, beberapa aparat bersenjata lengkap berjaga-jaga di depan Mapolsek. Di tempat ini, METRO bertemu Kapolres Sergai AKBP Drs Fery Sahari. Namun ia tidak bersedia diwawancarai.

“Maaf saya buru-buru,” katanya menuju mobil hitam yang sudah stand by di depan Mapolsek. Di Pekan Kamis, warga masih berkerumun. Salah seorang warga bercerita, saat dini hari sempat terjadi kontak senjata. “Terdengar letusan, namun kami pikir trafo PLN yang meledak,” ujar br Silitonga.

Salah seorang warga juga melihat enam anggota kawanan bersenpi melarikan diri menuju persawahan, d isamping gereja HKBP.

Menjelang sore, METRO meneruskan perjalanan ke Pertapaan, tempat petugas melakukan penyisiran. Masuk dari belakang rumah warga, melewati perladangan ubi, karet, dan kelapa sawit, serta jalan yang becek dan berlumpur, METRO tiba di Pertapaan. Di tempat ini, puluhan aparat bersenjata berjaga-jaga.

“Kawan-kawan masih menyisir ke perladangan, kami berjaga-jaga di sini untuk mengantisipasi mana tahu mereka (gerombolan bersenpi, red) terdesak dan lari ke sini,” ujar seorang petugas yang menyandang senjata laras panjang.

Terlibat Kontak Senjata

Keesokan harinya, Sabtu (2/10) sekitar pukul 10.00 WIB, METRO bermaksud menuju Mapolsek Dolok Masihul. Namun di Pos Polisi Silou Dunia, bertemu Kapolsek Silou Kahean, AKP Lamin. Kepada METRO, Kapolsek menyampaikan informasi jika pasukan BKO Brimob di Silou Kahean sedang melakukan penyisiran di wilayah Bandar Nagori. Saat bermaksud turut dalam penyisiran, seorang rekan yang bermalam di Mapolsek Dolok Masihul menginformasikan kawanan bersenpi terlihat di kawasan Dolok Sagala, Kecamatan Dolok Masihul.

“Informasinya A1 (pasti, red), kami menuju ke sana ,” katanya melalui pesan singkat.
Agar cepat tiba di TKP, METRO mengambil jalan pintas melalui perkebunan kepala sawit PT Socfindo Bandar Pamah. Kondisi jalan yang tidak diaspal, sangat licin karena hujan yang turun di malam sebelumnya. Alhasil, METRO beberapa kali terpeleset, dan bagian bawah celana penuh lumpur, sementara alas kaki terasa berat karena dipenuhi lumpur. Parahnya, METRO kehabisan bensin sepedamotor di tengah perkebunan kelapa sawit.

Sendirian di tengah perkebunan kelapa sawit yang luas dan sepi, sempat membuat hati waswas. Beruntung, seorang karyawan perkebunan berpakaian dinas biru tua mengendarai sepedamotor Mega Pro hitam melintas. Saat itu, ia berboncengan dengan seorang temannya.

Awalnya, pria berkumis yang membawa parang panjang di pinggangnya itu menolak ketika METRO meminta tolong diantarkan ke warung terdekat. Setelah METRO menunjukkan identitas, karyawan tersebut menghubungi rekannya agar mengantarkan bensin ke lokasi kami, bahkan memberikan petunjuk jalan pintas yang paling dekat. “Terus terang kami khawatir kalau ada orang yang tidak dikenal,” sebut pria itu.

Setelah membayar uang bensin dan mengucapkan terima kasih, METRO meneruskan perjalanan menuju Dusun 3 Saranpuah, Desa Dolok Sagala, Kecamatan Dolok Masihul. Di setiap persimpangan jalan menuju desa itu, dijaga personel Brimob bersenjata laras panjang. Warga juga tampak duduk-duduk di depan rumah masing-masing

Sekitar pukul 13.00 WIB, saat sedang berbicara dengan warga, dari arah perkebunan kelapa sawit terdengar letusan senjata yang kemudian diikuti rentetan letusan senjata. Mudah ditebak, sedang terjadi kontak senjata.

Beberapa personel Brimob terlihat mengokang senjata laras panjang dan berlari menuju barisan pohon kelapa sawit. Petugas berpakaian sipil juga mengeluarkan senpi dan mencari perlindungan di pohon kelapa sawit sambil mencari arah letusan senpi. Sementara warga masuk ke rumah, meskipun ada juga yang tidak takut, bahkan turut menuju lokasi perkebunan.

Suasana saai itu sangat mencekam. Hanya ada suara senjata yang bersahut-sahutan diikuti teriakan-teriakan petugas. Beberapa aparat menyuruh warga masuk ke rumah. Sedangkan METRO berlindung di balik pohon kelapa sawit, dan mencoba mengabadikan petugas yang sedang menembak.

Suara tembakan terdengar semakin jauh. Kemungkinan pasukan Brimob berhasil mendesak kawanan tersebut ke tengah perkebunan. METRO mengikuti polisi yang bergerak maju.
“Hati-hati, Bang, peluru nyasar,” serang polisi mengingatkan METRO. Ia berlindung sekitar tujuh meter dari METRO. Sementara kontak senjata berlangsung sekitar dua jam.

Dalam kontak senjata ini, seorang petugas, Bripka Sugeng, komandan regu Brimob Tebing Tinggi, terkena tembakan di bahu kanan. Ia langsung dievakuasi ke rumah sakit. Saat itu, petugas menembak kawanan bersenpi berbaju kotak-kotak yang diketahui bernama Robin Simanjuntak, warga Tanjung Morawa Gang Keluarga, Deliserdang. Dengan tangan dinorgol, Robin dibawa dari perkebunan sawit menuju perkampungan. Beberapa saat kemudian, satu unit mobil ambulans abu-abu milik polisi tiba dan membawa Robin ke Mapolsek Dolok Masihul. (bersambung)


Menyusuri Jejak Gerombolan Bersenpi di Dolok Masihul, Kabupaten Sergai (2)
Menyeberang Sungai, Sebotol Air Mineral Dibagi-bagi

Hardono Purba, Silou Kahean

Di dusun III Saranpua Desa Dolok Sagala, polisi melumpuhkan seorang anggota kawanan perampok. Perampok yang belakangan diketahui bernama Robin Simanjuntak itu ditembak dua kali di paha. Polisi juga menyita puluhan peluru aktif dari tangan tersangka.

Setelah suara tembakan berhenti, atas anjuran seorang petugas, kru METRO keluar dari lokasi kontak senjata.

“Tak usah ikut melakukan penyisiran, sangat berbahaya, apalagi abang tidak bersenjata,” katanya.

Dengan bercanda kru menjawab, “bawa senjata, tapi pistol air.”

Petugas itu hanya tersenyum, selingan ringan yang membuat suasana cair usai kontak senjata yang menegangkan.

Meskipun tak sempat tiarap karena berlindung di balik pohon kelapa sawit, bagian bawah celana kru yang berwarna hitam sudah berubah menjadi kecoklat-coklatan, tersiram lumpur.

Pasukan Brimob yang membawa senjata laras panjang dan berseragam masih melakukan penyisiran hingga ke tengah kebun kelapa sawit dan ubi. Sementara beberapa personel berpakaian preman dan bersenjata pistol mulai keluar dari kebun. Raut ketegangan masih tersirat di wajah mereka.

“Kita jaga di pinggiran pemukiman, mana tau mereka lari ke sana ,” ujar seorang di antara mereka.

Usai kontak senjata, situasi mulai tenang. Warga juga sudah berani keluar rumah dan berkerumun menceritakan pengalaman masing-masing. Kadang terdengar suara tawa. Beberapa warga juga terlihat mengeluarkan ponsel, mencoba mengabadikan situasi.

METRO bersama rekan sesama jurnalis beristirahat di rumah warung milik warga. Dari rumah permanen bercat hijau inilah pelarian kawanan rampok diketahui. Salah seorang perampok dengan diantar seorang warga, sekitar pukul 09.30 WIB ternyata sempat berbelanja 4 botol air mineral, 4 bungkus roti, dan 4 pasang sandal jepit.

“Dia membayar menggunakan uang pecahan seratus ribu (rupiah),” tutur Ana, istri Gimin Purba, pemilik warung.

Warga yang curiga kemudian melapor kepada kepala desa, yang kemudian menghubungi polisi. Saat menikmati air mineral, dua aparat berpakaian preman yang menenteng pistol memberi informasi ada kawanan perampok yang dilumpuhkan.

“Ayo, di Kampung Lalang ada yang ditembak,” ujar seorang polisi bercelana puntung. Mendengar informasi berharga, METRO berboncengan dengan seorang rekan yang juga grup Jawa Pos. Si rekan bergegas memacu sepedamotor mengikuti polisi yang memberi informasi.

Sekitar 1 kilometer dari warung tempat beristrahat, anggota Brimob yang berjaga di sepanjang jalan memerintahkan kru minggir. Ternyata rombongan Kapolda Sumut Irjen Pol Oegrosono dan Kasat Brimob Kombes Ferdianto Iskandar Biticaca akan melintas. Kru langsung balik kanan dan mengikuti rombongan Kapolda. Kondisi jalan menuju TKP sangat buruk. Beberapa kali mobil yang turut dalam rombongan harus didorong agar bisa lolos dari genangan air.

Di ujung kampung jalan buntu, mobil berhenti, cuaca mulai mendung. Perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. Kapolda yang mengenakan celana loreng hitam, baju kaus, dan topi hitam serta rompi anti peluru hitam bertuliskan Polisi di bagian belakang, turun dari mobil. Sebuah pistol hitam terselip di pinggang kanan. Di lokasi, beberapa personel Brimob berpakaian seragam hitam dan bersenjata laras panjang sudah menanti.

Ada sekitar 20 petugas yang keseluruhannya bersenjata mengikuti rombongan Kapolda, sebagian besar berpakaian preman. Selain Kasat Brimob yang juga mengenakan rompi anti peluru, terlihat juga Kasat Lantas Polres Deliserdang AKP Saleh, juga berseragam lengkap. Beberapa warga juga ikut dalam rombongan, sementara jurnalis ada 7 orang, 2 dari media elektronik dan sisanya media cetak.

Personel Brimob yang berjaga langsung memberi hormat.
“Siap Jenderal! Jalannya lewat sini!” katanya.

Dengan berjalan kaki, rombongan menyusuri TKP melintasi jalan setapak yang licin. Sekitar 500 meter dari rumah terakhir di ujung kampung, rombongan melintasi perkebunan kelapa sawit, karet, dan ubi milik warga. Beberapa petugas menyiagakan senjata dan dengan sigap mengambil posisi di sisi kiri dan kanan rombongan. Mata mereka liar mengawasi sekitar. Memasuki perkebunan kelapa sawit milik sebuah perusahaan swasta, situasi mulai sepi.

Sesekali terdengar suara pelepah kelapa sawit terinjak petugas yang berada di sisi jalan membuat jantung berdegub lebih kencang. Di depan, petugas Brimob yang turut dalam kontak senjata bercerita.

“Jendral, di sana anggota tertembak di bahu,” ujarnya sambil menunjuk ke arah lokasi yang berbatasan dengan kebun ubi milik warga.

Di sepanjang jalan, Kapolda mendapat penjelasan dari Kasat Brimob. Sesekali Kasat Brimob memberi perintah kepada petugas. Beberapa petugas juga menghubungi rekannya menggunakan ponsel, memberitahu situasi terbaru.

Seorang rekan memuji fisik Kapolda yang prima, tak terlihat kelelahan meskipun sudah berjalan sejauh 2 kilometer dengan topografi tanah yang berbukit, ditambah jalan licin. “Wah fisiknya cukup kuat. Kita aja yang muda sudah ngos-ngosan,” ujar salah satu wartawan sambil melap keringat di wajahnya.

Seorang rekan menjawab, “Iyalah pula, orang kerja kita begadang setiap malam, ya loyolah.”

Sekitar 40 menit perjalanan, setelah melintasi jalan menurun, rombongan tiba di pinggiran sungai yang lebarnya sekitar tujuh meter. Airnya keruh berwarna kekuning-kuningan. Seorang warga mengatakan air tersebut meluap karena hujan deras di malam sebelumnya.

Gerimis mulai turun. Seorang warga yang turut dalam rombongan berinisiatif mencari tempat yang bagus untuk menyeberang. Kesempatan ini digunakan kru untuk beristirahat, mengendurkan otot kaki yang mulai kaku. Keringat mengucur deras, haus mulai terasa. Beberapa rekan membuka sepatu, mengikat, dan menentengnya. Sebagian lagi, termasuk METRO, mengeluarkan ponsel dan dompet agar jangan basah

Seorang petugas Brimob masuk ke sungai menyusuri sungai menuju ke bagian tengah. Lima meter di belakangnya, dua petugas mengikuti. Lalu Kapolda bersama Kasat Brimob turun dikelilingi petugas yang waspada melihat situasi. Kedalaman sungai fluaktif. Kadang sebatas lutut, namun tiba-tiba bisa sebatas pinggang. Dasarnya pasir bercampur lumpur sangat terasa di telapak kaki yang telanjang.

Tiba di seberang sungai, hujan mulai turun. Sesekali kilat menyambar seperti lampu blitz kamera, diikuti petir. Jalan mulai menanjak curam. Kapolda sempat tergelincir, namun dengan sigap Kasat dan ajudan menolong.

Hujan semakin deras, airnya terasa asin karena bercampur keringat. Namun perjalanan tetap diteruskan.

Di sebuah pekuburan Muslim, seorang petugas menawarkan rombongan beristirahat di pondok beratap seng. Namun Kapolda menolak.

“Kita terus aja,” ujarnya.

Sekitar 10 menit kemudian, rombongan tiba di dusun III Pondok Lalang, Mariah Bandar. Di sebuah rumah penduduk, rombongan berteduh. Namun beberapa personel Brimob berjaga-jaga di depan rumah, di tengah hujan yang sangat deras.

Sepuluh menit kemudian, lima orang pasukan Gegana bersenjata laras panjang menggunakan penutup wajah, tiba dan bergabung dengan rombongan. Selang beberapa menit, Kapolres Serdang Bedagai (Sergai) AKBP Drs Eri Safari dengan kondisi basah kuyup juga bergabung. Seorang petugas membawa beberapa botol air mineral. Jumlahnya terbatas, sehingga meskipun sangat haus, satu botol harus dibagi bersama. (bersambung)


Menyusuri Jejak Gerombolan Bersenpi di Dolok Masihul, Kabupaten Sergai (3)
Turuni Jurang Licin dan Semobil dengan Dua Anjing Pelacak

Hardono Purba, Dolok Masihul

Sekitar dua jam rombongan Kapoldasu Irjen Pol Oegrosono dan Kasat Brimob Kombes Ferdianto Iskandar Biticaca berada di tengah perkebunan sawit. Cuaca yang buruk tidak menyurutkan langkah menuju Dusun III Pondok Lalang, Mariah Bandar, lokasi empat kawanan bersenjata api (senpi) tewas ditembak petugas.

Sabtu (2/10) pukul 15.20 WIB, setelah beristirahat sekitar 30 menit, perjalanan diteruskan. Kapoldasu dan Kasat Brimob dibonceng dua sepedamotor Honda Supra menuju lokasi. Anggota rombongan yang lain meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Wanita pemilik rumah sibuk membagikan plastik kresek beraneka warna kepada rombongan. Plastik ini sebagai wadah untuk melindungi barang-barang agar tidak basah terkena air hujan yang masih turun deras.

Perjalanan dilanjutkan menyusuri pemukiman warga yang berjejer rapi. Kali ini dipandu seorang warga, yang juga aparat pemerintahan desa di sana . Saat itu, air di jalanan setinggi mata kaki. Sekitar satu kilometer dari rumah tempat beristirahat, di belakang rumah warga bercat oranye, rombongan mengambil jalan pintas melintasi jurang sedalam tiga meter. Jurang itu ditanami tanaman karet sebesar lengan orang dewasa. Pohon karet ini dijadikan tempat berpegangan di saat menuruni jurang. Banyak yang terjatuh karena jalan licin dan berlumpur.

Setelah berhasil melewati jurang, perjalanan dilanjutkan menyusuri perkebunan kelapa sawit. Sekitar tujuh menit berjalan, rombongan tiba di lokasi. Puluhan personel Brimob membuat pagar betis mengelilingi empat mayat yang tergeletak di tanah. Tubuh mayat-mayat itu ditutupi pelepah daun kelapa sawit. Beberapa petugas Brimob tetap siaga mengokang senjata.

Kapoldasu terlihat memeriksa barang bukti. Wartawan dan warga yang mulai berdatangan dilarang mendekat. METRO yang mencoba mendekat untuk mengambil foto mayat dihalau seorang personel Brimob.

“Maaf, Pak,” ujarnya.

Beberapa menit kemudian, Kapoldasu mempersilahkan wartawan mengambil foto.
“Tapi jangang terlalu dekat ya,” imbaunya.

Kapoldasu lalu memberikan keterangan pers. Menurut Kapoldasu, empat kawanan berhasil dilumpuhkan. Keempatnya tewas ditembak karena memberikan perlawanan dengan menembaki petugas. Turut juga disita dua pucuk senjata, magazin, peluru aktif, dua dompet, dan kartu pengenal.

Kapoldasu juga menjelaskan, barang bukti senjata laras panjang M16 yang ditemukan identik dengan senjata milik almarhum Manuel Simanjuntak, petugas Brimob yang meninggal ditembak saat perampokan Bank CIMB Niaga Medan, Agustus lalu. “Kemungkinan ada keterkaitan kawanan ini dengan perampokan itu,” lanjutnya. Selanjutnya, wartawan memberikan ucapan selamat kepada Kapoldasu. Pasukan Brimob juga saling memberikan salam komando sesama mereka, dan beberapa orang terlihat saling berpelukan.
Sekitar 20 menit berselang, satu unit mobil polisi jenis Ford double cabin nomor polisi 4218- II, warna ungu mendekat. Beberapa aparat terlihat turun membawa kantung mayat warna oranye bertuliskan Bid Dokkes Polda. Aparat yang lain membantu dengan menyingkirkan pelepah daun kelapa sawit dari mayat. Masing-masing kantung diisi dua mayat..

Keempat mayat tidak menggunakan alas kaki. Terlihat luka bekas tembakan di dada seorang pelaku berbaju abu-abu dan berambut pendek. Ceceran darah tak terlihat di tubuhnya, mungkin ‘dibersihkan’ air hujan yang masih turun. Kedua kantung mayat dimasukkan ke bagian belakang mobil. Beberapa petugas naik ke mobil dan mengelilingi mayat. Dengan mobil ini, Kapoldasu kembali ke Mapolsek Dolok Masihul.

Lokasi mulai ramai karena warga terus berdatangan. Beberapa anggota Brimob masih tinggal di lokasi. Beberapa dari mereka terlihat mengosongkan senjata. Senjata dikokang, lalu muncung senjata diarahkan ke bagian bawah pohon kelapa sawit, lalu terdengar suara ‘klik’ beberapa kali. Setelah itu senjata disandang di bahu.

“Puas, Bang, meskipun sudah dua hari mengendap di sini, disiram hujan, tapi operasi sukses. Pelaku berhasil dilumpuhkan,” tutur salah seorang dari mereka.

Wajahnya terlihat lelah, baju dan celananya dipenuhi lumpur. Ketika diminta menceritakan jalan cerita perburuan, ia menolak. “Janganlah, Bang. Ditandai teroris itu pula aku nanti,” ujarnya.

METRO dan beberapa rekan jurnalis kembali ke pemukiman warga. Sepedamotor masih ditinggal di Dusun III Saranpua, sekitar lima kilometer dari lokasi. METRO dan dua rekan jurnalis menumpang mobil bak terbuka. Di dinding mobil tertulis K-9, sementara di dalamnya terdapat dua kandang anjing pelacak berjerajak besi. Masing-masing kandang berisi seekor anjing hitam. Dengan ramah, empat personel Brimob mengizinkan METRO dan rekan menumpang. Kebetulan, salah seorang dari mereka bermarga sama dengan METRO.

“Ayo, Bang, naik, tapi sempit-sempitanlah,” ajaknya.
Mereka mengaku dari Mabes Polri. “Tadi pagi kami sampai di sini, membantu pengejaran dengan menggunakan anjing pelacak,” kata seorang dari mereka.

Anjing pelacak tersebut diberi nama Hard dan Dre.
“Jenis Herder, anjing pelacak terbaik, yang khusus didatangkan dari Amerika. Makanannya juga khusus, makanan kaleng,” lanjutnya.

Sayangnya mobil tidak bisa ke Saranpua karena jalan menuju ke sana terhalang satu unit mobil truk yang terperosok. Seorang warga memberitahu jalan menuju Mapolsek Dolok Masihul di Martebing. Artinya perjalanan METRO menjemput sepedamotor bertambah jauh sekitar tiga kilometer.

Pukul 17.20 WIB, mobil tiba di Mapolsek Dolok Masihul, saat itu situasi sangat ramai. Jalanan pun macet. Ratusan warga berkerumun di depan Mapolsek, ingin melihat mayat gerombolan bersenpi. Beberapa aparat terlihat mengatur lalu-lintas, sebagian lagi meminta warga mundur. Garis polisi yang mengelilingi Mapolsek sudah rusak. Di halaman depan terlihat dua unit mobil Baracudda siap siaga, juga dua mobil ambulans sudah stand by.

METRO bermaksud menjemput sepedamotor yang ditingalkan di Saranpua. Seorang pengendara ojek mengantar METRO. Dengan mengendarai sepedamotor Honda Supra Fit, menyusuri perkebunan kelapa sawit, tempat kontak senjata terjadi, membuat METRO waswas, apalagi hari mulai gelap. Beberapa kali METRO turun dari sepedamotor karena jalan licin.

“Kita ambil jalan pintas saja, biar cepat sampai, saya pulang juga nggak terlalu gelap nanti,” katanya. (bersambung)



Menyusuri Jejak Gerombolan Bersenpi di Dolok Masihul, Kabupaten Sergai (4/Habis)
Berdiri 40 Meter dari Lokasi Baku Tembak

Hardono Purba, Silou Kahean

Hujan sudah berhenti saat METRO tiba di Dusun III Saranpua, Dolok Sagala, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) untuk menjemput sepedamotor yang ditinggalkan di sana. Langit semakin gelap, dan sesekali kilatan cahaya membelah langit. Personel Brimob masih berjaga-jaga. Tiga mobil patroli polisi juga masih disiagakan.

Sabtu (2/10), pukul 18.00 WIB, dengan kondisi basah kuyup, METRO kembali ke Dolok Masihul mencari warung internet (warnet) untuk menulis berita. Sepanjang jalan, personel Brimob masih melakukan sweeping. Kendaraan yang melintas, khususnya mobil diperiksa. Di sebuah warnet yang dipenuhi wartawan yang ingin melaporkan liputannya, METRO bertemu Tonggo Sibarani, reporter METRO dari Pematangsiantar.

Keesokan harinya, Minggu (3/10), pukul 09.30 WIB, METRO tiba di Mapolsek Dolok Masihol. Suasana sepi. Di pos penjagaan beberapa petugas menonton televisi, menyaksikan liputan tentang perburuan kawanan bersenpi. Dalam berita tersebut. seorang kawanan menyerahkan diri pagi itu.

Namun polisi tidak mengizinkan wartawan mewawancarai dan mengambil foto tersangka. Pintu dan jendela ruangan Sat Reskim ditutup, seorang anggota Provost berjaga di pintu depan. Pintu hanya terbuka ketika ada aparat yang ingin masuk atau keluar, dan itu dimanfaatkan METRO untuk mengambil foto.

Di samping ruangan Sat Reskim, puluhan pasukan Gegana beristirahat. Mereka membaringkan tubuh di lantai berlapiskan tikar. Beberapa bungkus roti dan botol air mineral terlihat berserakan di lantai. Usia mereka masih muda. Terlihat kelelahan di wajah mereka. Aementara pakaian mereka kotor dan lusuh.

“Tadi malam kami patroli di tengah kebun sawit,” ujar seorang anggota Gegana yang meminta namanya dirahasiakan.

Sekitar 30 menit kemudian, METRO tiba di Dusun III Pondok Seberang, Desa Martebing, tempat salah seorang kawanan menyerahkan diri. Dusun ini hanya sekitar 800 meter dari Mapolsek Dolok Masihul. Dusun ini mayoritas dihuni karyawan PT Socfindo. Sepanjang jalan, barisan rumah kopel berwarna sama berjejer rapi. Di lokasi kejadian, suasana sangat ramai, ratusan warga berkerumun, dan puluhan sepedamotor parkir sembarangan sehingga membuat macet. Beberapa truk polisi juga parkir di sana .

Setelah memarkirkan sepedamotor di samping sebuah rumah warga, METRO menuju bantaran sungai, sekitar 200 meter dari pemukiman. Jalanan licin dan berlumpur. Di tempat itu, terlihat beberapa WC darurat milik warga hanya ditutupi karung. Sungai yang airnya berwarna kekuning-kuningan itu membelah perkebunan kelapa sawit. Pinggiran sungai dipenuhi tumbuhan gelaga dan di beberapa tempat di pinggir sungai terlihat kandang lembu milik warga.

Sementara suasana di bawah pohon kelapa sawit ibarat pasar. Ratusan warga dan aparat bercampur-baur. Pasukan TNI juga ada di sana . Beberapa aparat bersenjata tampak menyusuri sungai mencari kawanan bersenpi yang diduga bersembunyi di tempat itu. Raut wajah mereka tegang.

Tiba-tiba terdengar letusan senjata yang diikuti teriakan-teriakan petugas. METRO langsung bersembunyi di balik pohon kelapa sawit. Kontak senjata terjadi sekitar 40 meter di depan METRO.

Warga yang mendengar suara senjata bukannya menghindar. Malah mereka mendekat ke lokasi. Petugas terpaksa membuat pagar betis agar warga menjauh.

“Mundur, mundur, nanti terkena peluru, repot akhirnya nanti!” ujar seorang aparat Brimob. Namun warga bertahan, sebagian malah mengeluarkan ponsel, mencoba mengabadikan situasi.

Lima belas menit sejak letusan pertama, terdengar suara ledakan kuat. Ternyata ledakan itu bersumber dari granat nenas seorang pelaku. Menurut aparat TNI yang turut menyergap, pelaku mencoba melemparkan granat ke arah petugas, namun kalah cepat dengan petugas, sehingga granat tersebut meledak di tangannya. Kontak senjata berlangsung sekitar 30 menit

Setelah suara letusan senjata mulai sepi, petugas menyisir pinggir sungai untuk mencari mayat kawanan bersenpi. Di lokasi ini, dua orang kawanan ditemukan tewas tertembak. Salah seorang yang mencoba meledakkan granat, tubuhnya hancur. Bagian-bagian tubuhnya tercecer. Mayatnya diangkat ke darat dan ditutup karung bekas.

Seorang orang lagi ditemukan sekitar 40 meter ke arah hulu sungai. Pistol jenis FN yang sempat ditembakkan salah seorang pelaku ke arah aparat gabungan, tidak ditemukan.

Mayat kedua kawanan tersebut dibawa menggunakan mobil ambulans setelah terlebih dahulu dimasukkan ke kantung mayat. Mobil ambulans sempat terhalang masuk ke lokasi karena jalan dipenuhi sepedamotor. METRO tetap bertahan di lokasi menyaksikan penyisiran yang dilakukan personel Brimob. Beberapa warga turun ke sungai untuk mencari senpi kawanan yang diduga jatuh ke sungai.

Di lokasi, seorang perwira Brimob dari Pematangsiantar, AKP H menuturkan penyergapan dilakukan setelah mendengar informasi dari rekan kawanan yang menyerahkan diri. Saat melakukan penyisiran, aparat melihat dua orang kawanan bersenpi bersembunyi di balik tumbuhan gelaga. Awalnya aparat meminta mereka menyerah.
“Tiga kali saya sempat meminta mereka untuk menyerah, namun mereka tidak menggubris, malah menembaki petugas,” tutur perwira berambut ikal ini.

Jarak antara petugas dengan salah seorang kawanan ini hanya sekita empat meter. Karena anggota kawanan melawan dengan menembakkan senjata ke arah petugas, akhirnya petugas menembaknya hingga tewas.

Perwira Brimob ini juga mengakui dia dan pasukannya sudah tiga hari berada di perkebunan sawit.

“Istilahnya, mengendap di perkebunan sawit, menahan dingin dan hujan. Namun itu bukan masalah demi tugas dan negara ini,” ujarnya.

Di saat sedang berbincang-bincang, ada informasi seorang kawanan berambut gondrong, mengenakan jaket, dan membawa senjata laras panjang berhasil melarikan diri ke arah perkebunan sawit di seberang sungai.

Perwira tersebut langsung memerintahkan pasukannya untuk bergerak.
“Ayo kalau mau ikut!” ajaknya.

METRO bersama dua rekan dari SUMUT POS dan media lainnya memutuskan turut dalam penyisiran, namun mengambil jalan memutar agar jangan ikut menyeberangi sungai.
Bersama seorang anggota Polisi Masyarakat (Polmas), METRO dan rekan memutar arah dari Dusun 4 Desa Martebing. Setelah melewati pemukiman penduduk, METRO tiba di lokasi di mana seorang kawanan diduga bersembunyi. Di tempat itu, lima orang polisi berpakaian sepil dan menenteng pistol mengawasi situasi.

Selang beberapa menit, lima unit sepedamotor yang dikendarai 10 personel Brimob bersenjata laras panjang tiba di lokasi. Dengan sigap, mereka langsung menuju ke tengah perkebunan sawit melewati taman pemakaman umum (TPU). METRO dan rekan mengikut dari belakang. Di pinggir perkebunan kelapa sawit, mereka mengokang senjata berpencar di balik rimbunnya pohon kelapa sawit. Sementara petugas berpakaian sipil berjaga-jaga di pemakaman.

Kebun kelapa sawit tersebut dipenuhi semak-belukar sehingga menyulitkan pandangan. Sementara onggokan kotoran sapi berceceran di beberapa tempat. Terkadang tanpa sengaja, anggota Brimob menginjak kotoran itu dan menimbulkan bau tidak sedap. METRO dan rekan mengikuti penyisiran hingga jarak 800 meter ke tengah perkebunan kelapa sawit. Suasana sangat sepi, sesekali terdengar suara siulan pasukan memberikan tanda untuk bergerak.

Sekitar satu jam penyisiran, karena tidak menemukan hal-hal yang mencurigakan, pasukan kembali ke tempat semula. Salah seorang personel Brimob berkulit hitam menuturkan jika pasukannya merupakan unit reaksi cepat yang bergerak jika mendengar informasi tentang keberadaan kawanan.

“Sejak Jumat kami di sini meninggalkan keluarga, pakaian pun hanya berganti sekali, CD (pakaian dalam) pun sudah side A dan side B,” tuturnya.

Personel Brimob ini juga mengatakan, masyarakat di sekitar lokasi penyisiran sangat kooperatif.

“Warga di sini sangat terbuka, mau memberikan informasi, juga mau turut sebagai penunjuk sehingga perburuan kawanan bersenpi lebih ringan,” ujarnya. (tamat)

Tidak ada komentar: