Minggu, 25 September 2011

Jelang Ajal, Ibu Renta Rindukan Anak Kembarnya

Hamdani cs, Sumut Pos

32 Tahun yang Lalu Diadopsi Mantan Rektor USU

BINJAI-Setiap insan atau manusia, tentunya terlahir ke dunia ini berkat adanya kedua orang tua, dan ibu adalah sosok perempuan yang tentunya sangat disayangi oleh setiap anak. Sebab, perjuangan seorang ibu terhadap anaknya tak akan bisa dihitung dengan jari-jemari. Mulai dari mengandung sampai sembilan bulan, hingga mengurusi anaknya sampai tumbuh besar dan deawasa. Namun, bagai mana kalau seorang anak tidak pernah berjumpa dengan kedua orang tuanya selama 35 tahun lamanya, bagai mana perasaan ibu terhadap anaknya itu.

Di Kota Binjai, tepatnya di KM 19, Kelurahan Tunggorono, Kecamatan Binjai Timur, hidup sebuah keluarga yakni Sugiyem (76) dan Gimin yang sudah almarhum sejak tahun 1996 lalu. Pasangan suami istri (Pasturi) ini, dahulunya tinggal dilahan perkebunan tembakau yang saat ini PTPN II, Sei semayang. Semuanya dikisahkan oleh Tomino (50), anak kedua pasutri itu, Senin (14/2).

Selama tinggal di lahan perkubunan itu, Pasturi ini bekerja sebagai buruh kebun yang dahulunya ditanami tambakau dan saat ini sudah ditanami oleh tebu. Tinggal dengan kehidupan yang sederhana, Pasturi ini tetap hidup rukun.

Menjadi buruh kebun, tampaknya tak membuat Pasturi ini takut akan hidup dengan kesusahan. Pasalnya, sang pencipta mengkarunia 10 orang anak untuk diasuh sampai dewasa. Pasturi ini ternyata diberikan rezeki berlebih oleh sang pencipta. Sebab, saat mengandung anaknya yang ke-sembilan, istri dari Gimin ini tak menyangka kalau ia mengandung anak laki-laki kembar di dalam rahimnya.

Selama sembilan bulan, Sugiyem istri dari Gimin tak ada merasa curiga dan merasa aneh dengan kandungannya itu. Tepat pada tanggal 28 Desemer 1976, bayi yang dikandungnya akhirnya dilahirkan di RS Bangkatan, Jalan Sultan Hasanuddin, Binjai Selatan dan timbul rasa senang bercampur kaget saat anak laki-laki itu dilahirkan. Pasalnya, tanpa disangka, Sugiyem melahirkan dua orang anak laki-laki dari rahimnya. Sehingga, anak Pasturi ini yang seharunya sembilan menjadi sepuluh orang.

Setelah melahirkan kedua anak laki-laki kembar itu, akhirnya Pasturi ini memberikan sebuah nama kepada kedua buah hatinya tersebut. Nama yang diberikan Pasturi itu yakni Supriadi dan Supriono.

Namun, setelah melahirkan kedua anak kembar itu, Sugiyem merasakan ada yang aneh dengan rahimnya. Dimana, ada rasa sakit yang tak tertahankan. Sehingga, Sugiyem dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Tembakau Deli, Jalan Putri Hijau, guna menjalani operasi rahim dan dirawat selama tiga bulan di RS tersebut.

Kebetulan, yang melakukan operasi rahim saat itu ditangani oleh dr Chairuddin P Lubis (mantan Rektor USU, Red). Dikarenakan Chairuddin tidak memiliki anak, akhirnya Charuddin mencoba meminta kedua anak kembar dari pasturi tersebut. Awalnya, Pasturi itu tidak memberikan, karena Charuddin mengaku tidak memiliki anak, akhirnya Gimin merasa ibah dan memberikan kedua buah hatinya itu.

Tepat pada tanggal 13 Januari 1977, Charuddin membuat surat pernyataan dengan Pasturi ini, yang disahkan oleh Kepala Kampung, dan ditanda tangani oleh saksi Chairuddin. Dalam surat tersebut, menyatakan, bahwa telah gugur hak pihak pertama atas kedua anak tersebut setelah diberikan kepada pihak kedua.

Setelah diberikannya kedua bayi kembar itu, lama berselang akhirnya Gimin, ayah kandung kedua bayi kembar itu meninggal dunia dengan usia 76 tahun. Untuk selanjutnya, Sugiyem tinggal bersama delapan orang anaknya. Namun, anaknya semakin lama semakin dewasa dan akhirnya semua anaknya menikah.

Dikarenakan Sugiyem tinggal seorang diri, akhirnya seorang anaknya membawanya ke Aceh, Simpang Kiri, Seumedoem. Selama tinggal di rumah anaknya itu sekitar 7 tahun yang lalu, Sugiyem sudah mulai sakit-sakitan disebabkan umur yang semakin tua.
Akibat sakit yang tak kunjung sembuh, akhirnya Sugiyem teringat kepada kedua bayi laki-laki kembar yang pernah dilahirkannya pada tahun 1976 silam. Untuk itu, Sugiyem meminta kepada kedelapan anaknya, untuk mencari dimana keberadaan anaknya tersebut, guna melepas rasa rindu setelah 35 tahun tak berjumpa.

Sejak tahun 2004, kedelapan anaknya sudah mencari keberadaan adik laki-laki kembar tersebut. Selama mencari, Tomino (50), anak kedua dari Pasturi ini, sempat berhubungan dengan seorang bidan di RS Tembakau Deli yang juga anggota keluarga terdekat dr Chairuddin. Bahkan, saling kontak sudah terjalin.

Namun, meski sudah sering berhubungan via telepon seluler selama empat kali, bidan tersebut enggan meberitahukan dimana alamat dr Chairuddin. “Tahun 2004 seorang bidan, kerabat dokter Charuddin datang ke rumah kami. Namun, selama berhubungan, bidan itu enggan memberi tahukan kepada saya dimana alamat Dr Charuddin itu. Sampai akhirnya, nomor HP Bidan itu sudah tidak aktif lagi,” ungkap Tomino dengan wajah sedih.

Demi memenuhi tanggung jawab sebagai seorang anak, akhirnya Tomino melupakan bidan itu dan mencoba mencari cara lain, yakni dengan mendatangi sejumlah alamat dr Chairuddin yang pernah diketahuinya. “Rumah dr Charuddin ini jumlahnya cukup banyak, jadi saya mencoba menjumpai di rumahnya yang ada di Jalan Kapten Sumarsono, Perumahan Putri Hijau, dan di Perumahan USU di Jalan Dr Mansur. Namun, saya tetap tidak menemukan adik kembar kami itu,” terang Tomino sambil tertunduk.

Dikarenakan belum lepas dari tanggung jawab sebagai seorang anak, Tomino yang belum menemukan adiknya, terus berusaha mencari. Bahkan, setiap harinya Tomino tidak bisa tenang dan terus berpikir dimana sekarang adiknya itu. “Kalau saya bertemu, apakah saya kenal dengan wajahnya. Sebab, sewaktu diambil umurnya masih tiga bulan, itulah yang saya pikirkan setiap harinya,” ujarnya.

Meskipun begitu, Tomino tetap percaya diri, kalau berjumpa dengan adiknya itu, ia yakin akan mengenalinya. “Kami satu keluarga, postur badan dan wajah tak jauh berbeda. Badannya lumayan besar dan kulit sawo matang seperti badan saya ini. Saya rasa adik saya ini tak jauh beda dengan saya,”kata Tomino.

Keperluan mencari adik kembarnya ini kata Tomino, tidak ada kaitannya dengan materil. Pencarian ini dilakukan semata-mata menjalankan perintah ibunya yang saat ini sakit dan meminta untuk dijumpakan kepada adik kembarnya itu, sebelum ibunya menghembuskan napas terakhir. “Kalau lah adik kami menjadi orang yang sukses, kami juga merasa senang. Tetapi kesenangan kami bukan karena kesuksesannya itu, kami lebih senang jika dapat bertemu dengannya,”ucap Tomino.

Selama belum ditemukan adik kembarnya itu, ibunya yang sedang sakit dan saat berada di Aceh, terus mengingat dan menyebut-nyebut anaknya tersebut. “Kami sampai kasihan melihatnya, hampir setiap hari ibu kami menyebut-nyebut nama anaknya, nak.. dimana kamu sekarang? Ibu mau ketemu,”ungkap Tomino menirukan kata-kata ibunya.

Untuk itu, Tomino dan seluruh keluarganya, sangat berharap kesediaan dr Charuddin untuk membawakan adik kembarnya itu kembali ke pangkuan ibunya untuk sesaat, guna melepaskan rasa rindu. “Kami tak perduli adik kami itu menjadi apa, mau jadi TNI, dokter, pegawai atau apa saja. Saat ini kami hanya ingin adik kami itu kembali sesaat untuk dijumpakan dengan ibunya yang sedang sakit. Setelah itu, kami akan serahkan kembali kepada dr Chairuddin,”terangnya.

Meski diasuh oleh seorang dokter, Tomino juga memiliki kekhwatiran yang mendalam. Pasalnya, dr Chairuddin tak ingin diketahui dimana alamat rumahnya dan selama 35 tahun, dr Chairuddin tak pernah menjenguk kedua orang tua anak kembar itu. “Kalau tidak ada masalah, kenapa bidan yang menjadi kepercayaan Dr Chairuddin enggan memberikan alamatnya. Apakah benar adik kami itu diasuh oleh Dr Chairuddin atau diberikannya lagi kepada orang lain,” ujar Tomino resah, seraya menambahkan, semoga tidak ada terjadi apa-apa dengan adiknya, dan dapat pulang sesaat untuk melihat ibunya yang sedang sakit.

Ada apa sebenarnya sehingga anak kembar Sugiyem tak dipertemukan dengan ibunya? Wartawan koran inipun kesulitan menemukan jawabannya. Wartawan koran ini kemarin petang mendatangi tempat praktik Prof Dr Chairuddin Dtm & SpA(K) di Jalan Abdullah Lubis No 8/2B sekira pukul 18.00 WIB, karena baru pada waktu tersebut yang bersangkutan datang ke tempat praktiknya.

Wartawan koran ini kemudian ditemui petugas yang mengaku sebagai ajudan Pak Dokter, begitu dia biasa dipanggil. "Panggil saja Nasution," ujar petugas itu tak mau menyebutkan nama, hanya marganya saja.

Setelah menjelaskan maksud kedatangan, wartawan koran ini diminta menunggu. Alasannya masih banyak pasien, dan Pak Dokter lagi sibuk. Wartawan koran inipun menunggu hingga 15 menit. Kemudian pasien habis, kondisi tempat praktik pun sepi. Namun wartawan koran ini tetap tak diperkenankan ketemu. "Tunggu aja, masih sibuk," ujar Nasution lagi.

Setengah jam kemudian saat suasana semakin sepi dan malam semakin pekat, dr Chairuddin pun tetap menolak ditemui, meski telah menjelaskan identitas dan maksud kedatangan. Kepada wartawan koran ini, Nasution menjelaskan, dia telah menyampaikan maksud kedatangan wartawan koran ini, namun yang bersangkutan tidak bersedia ditemui. Tak kehilangan akal, wartawan koran ini kemudian menitipkan sejumlah pertanyaan kepada ajudan tersebut, terkait anak kembar Sugiyem yang diminta dr Chairuddin pada tahun 1977 silam.

“Sudah saya bilang ke Pak Dokter (Chairuddin, Red) mengenai kisah orang tua yang melahirkan anak kembar tahun 1977 silam seperti yang abang ceritakan tadi. Namun Pak Dokter bilang, dia bilang dia tidak ingin dijumpai karena repot dan mengenai hal tersebut, bukan urusannya lagi,” kata Nasution. Lalu kenapa Pak Dokter tak mau menemui wartawan dan menjelaskannya secara langsung? Nasution masuk ke dalam kamar dr Chairuddin, tak lama kemudian dia keluar sambil menirukan ucapan bosnya. “Aku dah gak jabat apapun (sekarang ini memang tak ada jabatan formal yang dijabat Chairuddin, Red), jadi aku gak berhak menjawab,” ujar pria berbadan tegap tersebut menirukan pernyataan Chairuddin.

Meski telah mendapat jawaban tersebut, wartawan koran ini tetap bertahan. Berharap Chairuddin keluar kamar dan memberikan penjelasan. Setelah ditunggu beberapa menit, tanda-tanda itu tak ada. "Jangan ditunggu, Pak Dokter masih lama, jam sembilan (21.00 WIB) belum tentu keluar, dan pasti tak mau memberikan keterangan," kata Nasution kepada wartawan koran ini. (dan/uma)

Anak Hilang Diduga
Sudah Jadi Dokter

* Mantan Rektor USU Sebut nama Prof Harun Al Rasyid

MEDAN-Upaya pencarian anak kembar Supardi dan Supriono yang terpisah dari orangtuanya Sugiyem dan Gimin sejak 1976 lalu, memasuki babak baru. Prof Dr dr Chairuddin P Lubis membantah pernah mengadopsi dua bayi kembar berusia 3 bulan. Tetapi mantan rektor Universitas Sumatera Utara itu mengaku pernah mengingat dr Harun Al Rasyid (Prof Dr Harun Al Rasyid) mengadopsi satu dari dua anak kembar laki-laki yang ditinggal orangtuanya di Rumah Sakit Tembakau Deli, Jalan Putri Hijau, tahun 1976 lalu.

Di sisi lain, Tumino (50), kembali menegaskan cerita orangtuanya. Adik kembarnya diserahkan kepada dr Chairuddin P Lubis tertanggal 28 Desember 1976. Ketika kedua anak kembar itu berusia SD, Tumino mengaku pernah bertemu supir dr Chairuddin dan diberitahu, satu dari dua adiknya diasuh dokter tersebut dan disekolahkan di sebuah SD di Jalan Gajah Mada.

Sedangkan saudara kembarnya satu lagi, dia tidak tahu keberadaannya. Dan bila dr Chairuddin tidak bersedia memberi penjelasan, apalagi sampai menyerahkan satu adiknya ke orang lain, pihaknya akan mengadukan permasalahan ini ke polisi dan akan menggunakan jasa pengacara.

Satu hari setelah Sumut Pos memberitakan pengakuan Sugiyem (76) yang sedang sakit karena tua dan ingin bertemu anak kembarnya yang diserahkan kepada dr Chairuddin P Lubis, 34 tahun lalu, mantan Rektor USU itu akhirnya mau dikonfirmasi melalui telepon selular, kemarin (15/2) siang. Dokter spesialis anak itu membantah pernah mengadopsi dua bayi kembar berusia 3 bulan pada 1976 silam.

Menurut Chairuddin, pada tahun itu dia masih menjalani pendidikan dokter spesialis di Rumah Sakit Tembakau Deli, Jalan Putri Hijau Medan dan masih berstatus lajang. ”Saya menikah pada Oktober 1980. Sementara anak kembar itu lahir 1976. Bagaimana saya mengadopsi anak tersebut,” ujar suami Ir Dewi Herawati itu.

Dari pernikahannya, Chairuddin memiliki seorang putra dan dua Putri. ”Anak pertama saya lahir tahun 1981 bernama Anggiah Chairuddin, anak saya yang kedua lahir 1983 bernama Ineke Nadia Demiyanti Lubis dan Ketiga lahir Pada 1987, Dian Aminitia Lubis,” terangnya.

Chairuddin menegaskan, dia tidak pernah mengadopsi anak kembar Sugiyem yang bernama Supardi dan Supriono. Namun seingat Chairuddin, ada dokter yang mengadopsi satu dari dua anak kembar laki-laki yang ditinggal orangtuanya di RS Tembakau Deli pada 1976. Rekannya sesama dokter itu bernama dr Harun Al-Rasyid, yang sekarang dikenal dengan nama Prof Dr Harun Al-Rasyid.

”Ada anak kembar yang pernah dilahirkan seorang perempuan perkebunan yang ditinggalkan di rumah sakit. Dan saat itu yang mengadopsi adalah Prof Dr Harun (nama Prof Dr Harun Al-Rasyid). Bahkan dua tahun lalu Prof Harun pernah bertanya mengenai keberadaan orangtua salah seorang anak kembar yang dirawatnya untuk dipertemukan,” ungkap Chairuddin.

Mengenai keberadaan orangtua yang sakit-sakitan untuk bisa bertemu dengan kedua anaknya, adalah kabar bagus jika memang benar itu adalah anak yang dirawat oleh Prof Harun. ”Sehingga keduanya mungkin bisa ditemukan jika memang salah seorang anak yang dirawat Prof Harun adalah benar anaknya Sugiyem,” ungkap Chairuddin.

Selanjutnya, ketika beberapa kali dihubungi ulang guna konfirmasi terkait rencana keluarga kedua anak kembar membawa permasalahan ini ke jalur hukum, Chairuddin tidak lagi mengangkat teleponnya.

Sedangkan Prof Harun yang dikonfirmasi mengenai kebenaran cerita tersebut melalui telepon selulernya belum sempat menjelaskan karena pembicaraan terganggu akibat sinyal jelek. Untuk kedua kalinya, Prof Harun tidak lagi mengangkat telepon dan ketika disampaikan melalui pesan singkat Prof belum memberikan jawaban.

***
Gagal mengonfirmasi melalui telepon seluler, wartawan koran ini mendatangi tempat praktik Prof Harun, Klinik Rasyida di Jalan DI Panjaitan Nomor 7. Namun tempat praktik dokter ahli ginjal tersebut tutup, karena kemarin memang hari libur memperingati Maulid Nabi SAW. Sementara penjaga malam yang bertugas di klinik Prof Harun, saat ditanya mengenai tempat tinggal sang Profesor, mengaku tidak mengetahui sama sekali. “Maaf ya bang, saya gak tau dimana tempat tinggalnya, lagian ini kan hari libur Prof Harun gak masuk karena sedang tutup,” sebutnya.

Sejumlah informasi mengatakan, kediaman Prof Harun berada tak jauh dari prakteknya atau di kawasan Jalan Sei Batang Serangan, tapi tak juga ditemukan wartawan koran ini. Warga sekitar tak bersedia menjawab, malah balik melotot dengan rasa curiga.

Melalui sejumlah rekan Prof Harun, wartawan koran ini mendapat data sejumlah rumah sakit tempatnya menjalankan tugas, antara lain salah satu rumah sakit di Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Pasar Sambas. Namun di kedua rumah sakit tersebut Prof Harun sedang tidak bertugas. Wartawan koran ini kemudian kembali menelepon Prof Harun pada pukul 21.00 WIB. Nomor ponselnya aktif, namun meski telah ditelepon berkali-kali, sama sekali tak ada jawaban. SMS wartawan koran inipun tak dibalas.

Tak putus asa, wartawan koran ini kemudian bertanya pada saudara kandung Prof Harun, namun pertanyaan tentang keberadaan profesor itu, benar atau tidaknya ada anak kembar yang diadopsinya, tidak terjawab. Saudara kandung Prof Harun malah meminta wartawan koran ini tak menyebut identitasnya. Berkali-kali dia mewanti-wanti hal itu.

“Meskipun saya keluarga dekatnya, tapi mengenai ada atau tidaknya dia mengadopsi anak kembar, memang saya tidak tahu. Bahkan saya tidak tahu bagaimana cara yang bagus untuk menanyakan hal itu kepadanya (Prof Harun, Red). Mengingat itu adalah masalah keluarganya dan sangat privasi mungkin bagi dia,” sebutnya. (mag-7/uma)


Tumino: Mak, Adik Wis Kepethuk...

”Lega, akhirnya lapang dada ini. Beban berat itu akhirnya dapat terselesaikan dengan baik. Aku sudah punya jawaban kalau mamak bertanya soal tugas yang diberikan ke pundakku sebagai anak lelaki yang paling besar.”

Ucapan itu berkali-kali diungkapkan Tumino, abang kandung Supriadi dan Supriono kepada wartawan koran ini, Rabu (16/2), usai bertemu Prof Dr Harun Al Rasyid yang selama ini merawat dan membesarkan adik kandungnya sejak 34 tahun lalu. ”Mak, adek wis kepethuk (Mak, adek udah ketemu, Red),” ujarnya berkaca-kaca sambil menyebut ibunya (Sugiyem, Red) yang kini terbaring sakit karena usia senja di Aceh Tamiang.
Tumino juga berkali-kali mengucapkan terimakasih kepada wartawan Sumut Pos yang telah bersusah payah membantunya mencari dan menemukan adik kandungnya yang terpisah sejak bayi. ”Untuk adik-adik dari Sumut Pos, saya mewakili keluarga mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam,” katanya.

Usai bertemu dengan Prof Dr Harun Al Rasyid, wartawan koran ini mengajaknya menikmati makan siang di warung depan RSUP Adam Malik. Di tempat itu, Tumino pun mengisahkan pencariannya terhadap sang adik kembarnya yang telah dilakukan intensif sejak tahun 2004 lalu.

”Sebenarnya sejak bapak (almmarhum Gimin, Red) wafat 1996 lalu, pencarian adik sudah dimulai, karena memang ada pesan bapak sebelum meninggal untuk mencarinya. Bukan untuk meminta kembali adik kami, pencarian dilakukan untuk mengetahui kondisi adik kami sekarang, juga agar pertalian darah tidak hilang,” katanya.

Namun pencarian dilakukan intensif sejak tahun 2004, setelah seorang bidan RSU Tembakau Deli bernama Dede Hartati datang ke rumahnya. Kedatangan bidan tersebut memberitahukan kedua adik kembarnya ingin bertemu keluarganya.

”Aku pun langsung ke Aceh, menemui mamak yang sejak tahun 1978 pindah ke sana. Mamak kemudian memberikan surat bertahun 1977 yang menerangkan bahwa adik kami diserahkan agar dirawat dengan baik. Karena saat itu mamak masih dirawat di RSU Tembakau Deli karena baru operasi rahim, kondisi ekonomi bapak yang hanya buruh kebun tembakau juga bisa dibilang jauh dari sederhana. Mamak bilang sangat berat berpisah dengan adik, namun karena ada dokter RSU Tembakau Deli yang berkali-kali menyatakan ingin merawatnya, mamak pun merelakannya. Apalagi saat itu, Supriono, yang paling kecil menderita sesak napas,” kisahnya.

Harapan ibunya yang sangat merindukan adik kembarnya itu luar biasa besar. Makanya ibunya langsung sering jatuh sakit saat informasi tentang keberadaan adik kembarnya tiba-tiba saja hilang. ”Bu Dede Hartati setelah mendapat fotokopian surat itu terus menghilang, tak ada kabar lagi hingga sekarang,” katanya.

Pencarianpun intensif kemudian dilakukan. Penelusuran dilakukan mulai dari keluarga kepala kampung yang ikut menyaksikan penyerahan adik kembarnya hingga ke RSU Tembakau Deli. Dari buku telepon lama, Tumino kemudian menemukan beberapa nama dan alamat yang diprediksi sebagai orang yang merawat adiknya. Namun meski telah menemukan alamat tersebut, dia tak pernah berhasil masuk ke dalam rumah apalagi bertemu pemiliknya yang ia duga merawat adik kembarnya.

”Sejak 2004 aku berusaha menemukan adik, namun tak pernah berhasil. Bebanku semakin berat, karena mamak hampir setiap waktu selalu bertanya. Tumino, adikmu wis kepetuk? Sebelum dipanggil yang Kuasa, mamak yang kini berusia 76 tahun, ingin bertemu dengan adik, meski hanya sekali. Setiap mamak bertanya aku merasa terpukul, karena sebagai anak yang paling besar, aku belum berhasil menunaikan tugas itu. Akhirnya ada jalan yang ditunjukkan Tuhan, adik-adik dari Sumut Pos akhirnya membantu saya dari beratnya beban ini,” katanya. (her/uma/dan)


Sugiyem: Alhamdulilliah Anakku Selamat…

BINJAI-Setelah menemukan titik terang keberadaan kembar Supriadi dan Supriono yang terpisah selama 34 tahun dengan ibunya, Sugiyem, selama 34 tahun, membuat perasaan keluarga ini senang dan seakan tak percaya akan hal ini terjadi. Untuk melihat lebih jauh seperti apa kegembiraan di keluarga Sugiyem, wartawan koran ini kembali menyambangi rumah Tumino, di Km 19, keluarahan Tungg Rono, Kecamatan Binjai Timur, kamis (17/2).

Namun, Tumino saat itu tak berada di rumah, ternyata, Tumino saat itu berada di sebuah warung yang tak jauh dari rumahnya. Untuk itu, wartawan koran ini menyambangi warung yang diamksud dan terlihat Tumino lagi santai menikmati segelas kopi hangat, seakan tak ada lagi beban pikiran yang melilitnya.

Begitu berjabat tangan dengan Tumino sebagai tanda salam, tampak keceriaan yang terpancar dari raut wajahnya. Bahkan, Tumino langsung menawarkan wartawan koran ini secangkir kopi. Selanjutnya, Tumino memperlihatkan media cetak Sumut Pos, yang telah berhasil menjumpakan Tumino dengan Prof Harun Al Rasyid, yang selama 34 tahun telah mengasuh dan membesarkan adik kembarnya itu sampai menjadi seorang dokter spesialis.

Sambil menikmati segelas kopi hangat, Tumino kembali bercerita, kalau ibunya, Sugiyem, yang saat ini berada di Aceh, di Simpang Kiri, Seumedoem, sangat senang dan bersyukur telah mendapatkan titik terang akan dipertemukan dengan anak kembarnya itu. “Syukur Alhamdulliah, anakku selamat, dimana dia sekarang, apa sudah bisa bertemu dengan adik kembar kamu itu,” ujar Tumino menirukan ucapan ibunya yang sangat senang saat dihubunginya via telepon.

Tumino yang ditugaskan untuk mencari adik kembarnya itu, juga mengaku, kalau ibunya sudah bersemangat kembali, setelah mendengar kabar akan ditemukannya adik kembarnya itu kepada ibu mereka. “Ibu kami sekarang lagi sakit-sakitan, tetapi masih bisa berjalan. Namun, begitu mendengar kabar akan dipertemukan kepada anak kembarnya, ibu kami sangat senang dan bersemangat,” ungkap Tumino sambil meminum kopinya.

Dengan kabar ini lanjut Tumino, semua terasa sangat menyenangkan. Dimana, tanggung jawabnya sebagai seorang anak sudah lepas, dan saya sudah tenang tidur, dan sudah dapat bersantai di kala ingin beristirahat. “Baru ini saya rasakan kepuasan dalam hidup setelah bertahun-tahun saya mencari adik kembar kami. Sekarang ini, saya sudah bisa bekerja, makan, dan istirahat dengan tenang,” ucapnya.

Tumino juga sangat bersyukur dapat bertemu dengan kru Sumut Pos yang telah ikut membantunya dalam pencarian adik kembarnya itu. “Saya rasa ya, kalau tidak ada Sumut Pos, pencarian saya ini belum berakhir. Maka dari itu, saya sangat bersyukur dengan diketemukannya dengan media Sumut Pos ini,”puji Tumino.

Bayangkan saja kata Tumino, dari tahun 2004, ia sudah mulai aktif mencari adik kembarnya. Bahkan dia sempat bersemangat setelah ada Bidan RS Tembakau Deli yang bernama Dede Hartati mencari keberadaan ibunya. Namun setelah itu bidan tersebut tak pernah muncul lagi. Hilang begitu saja yang membuat harapan untuk menemukan Supriadi dan Supriono menjadi sirna kembali.

Tumino yang saat itu sudah berjanji kepada ibunya, akhirnya menjadi bingung, kemana lagi ia harus mencari adik kembarnya itu. Sementara, hubungan dengan orang terdekat yang mengadopsi adik kembarnya itu sudah hilang. Dengan rasa penuh tanggung jawab, Tumino terus mencari, mulai dari mendatangi sejumlah alamat dr Chairuddin, hingga mencari tahu alamat baru rumah dr Charuddin. Namun, selama 7 tahun melakukan pencarian, membuat Tumino lelah dan berfikir sejenak guna mencari cara lain.

“Tahun 2010 lalu, saya terpikir kembali untuk mencari adik kembar saya, dan di dalam pikiran saya bagai mana caranya agar pencarian saya ini bisa dibantu oleh media cetak atau elektronik. Tetapi, bagai mana saya menemukan orang-orang media cetak dan media elektronik itu,” ungkap Tumino bertanya-tanya mengenang pencariannya.
Selam satu tahun, Tumino terus berpikir, hingga akhirnya, Tumino bertemu dengan temannya yang sempat bertemu dengan wartawan Sumut Pos. Untuk selanjutnya, teman Tumino menjumapkan wartawan Sumut Pos dengan Tumino. Sehingga, media Sumut Pos membuat pemebritaan dan akhirnya ditemukan orang tua yang mengasuh adik kembarnya itu.

“Kalau tidak seperti itu, saya rasa tidak akan ketemu-ketemu. Saya sendiri saja sudah lelah mencari kemana-kemana. Mungkin inilah jalan yang diberikan Tuhan, kebetulan saya bercerita dengan teman saya dan kebetulan teman saya itu kenal dengan Sumut Pos, ya alhamdulilliah, hanya dengan menunggu waktu lagi, ibu kami dapat bertemu dengan anak kembarnya,”ujar Tumino bersyukur.

Untuk mempertemukan ibu dan anak kembarnya kata Tumino, terlebih dahulu akan menelpon pihak Prof dr Harun, yang sebelumnya sudah berjanji akan mempertemukan keduanya, “Insya Allah, besok (hari ini, Red) akan saya telepon pihak dr Harun, agar ibu saya dibawa ke RS Adam Malik. Kapan ibu saya akan dibawa, tentunya akan saya kabari,”terang Tumino.

Tumino juga mengakui, jika sudah bertemu nanti, maka pihak keluarganya tentunya akan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besanya kepada Sumut Pos, yang telah ikut bekerja sama membantu mempertemukan anak dan ibu yang telah terpisah selama 34 tahun lamanya. “Kami akan terus bawa Sumut Pos, sampai ibu dan anak kembarnya bertemu,” kata Tumino.(hamdani)


Nomine Rida Award 2011

Tidak ada komentar: