Kamis, 29 Mei 2008

Tips Haji 4

Beregu atau Individu,
Perbanyaklah Sabar!


SEJAK awal-awal jamaah haji sudah dianjurkan membentuk regu dan rombongan. Satu regu terdiri atas 11 jamaah (dengan seorang Ketua Regu atau Karu) dan setiap empat regu membentuk satu rombongan. Jadi, satu rombongan jumlahnya 45 orang, plus Ketua Rombongan (Karom). Gabungan sejumlah rombongan inilah yang membentuk satu kelompok terbang (kloter).

Pembentukan regu, rombongan dan kloter ini penting untuk lebih memudahkan koordinasi, terutama kelak saat di tanah suci. Kendati begitu, tetap saja kemandirian lebih diutamakan dan kemampuan untuk melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji secara mandiri, terasa sekali manfaatnya dalam menunjang kekhusyukan beribadah di sana.


Umumnya, Karu, Karom dan Ketua Kloter dipilih mereka-mereka yang dianggap mampu mengoordinir, menjadi pemimpin, serta pembimbing bagi jamaah lainnya. Jamaah pun harus kompak mendukung karu, karom dan kloternya, sehingga kerja sama lebih dapat terlaksana.

Ini akan terasa saat pertama-tama tiba di tanah suci, Makkah atau Madinah. Maklum, kita sudah berbaur dengan jutaan jamaah dari seluruh dunia, di negeri yang mungkin ini kali pertama kita jejaki. Kerja sama Karu, Karom dan Ka Kloter dengan para jamaah sangat membantu semuanya bisa lancar. Juga saat melaksanakan angkaian ibadah, tawaf, sai, wukuf, melontar jumrah, semua memerlukan kerja sama yang padu antar-jamaah.

Namun, tidak pula berarti jamaah bersandar sepenuhnya kepada ketiganya. Adakalanya, dalam kebersamaan yang tetap dijaga, kemampuan individu secara mandiri tetap selalu dituntut. Sebab, di luar hal-hal yang memerlukan koordinasi dengan karu, karom dan kloter, lebih banyak sebenarnya pelaksanaan ibadah yang menuntut kemandirian jamaah.

Keseharian, menjelang puncak pelaksanaan haji, jamaah akan banyak bergerak sendiri-sendiri, atau setidaknya dalam kelompok yang lebih kecil. Ini akan terlihat setelah dua atau tiga hari adaptasi di sana. Awalnya, memang semua rangkaian kita lakukan bersama-sama, sambil mengenal medan. Setelah itu, satu persatu jamaah akan dengan lancar pulang-pergi ke tempat ibadah di sana. Kecuali jamaah wanita, memang dianjurkan senantiasa tidak sendirian dalam bepergian selama di tanah suci.

Jamaah juga mestinya paham, para Karu dan Karom sebenarnya juga sama dengan kita, sama-sama menunaikan ibadah haji, namun dengan tugas tambahan, mengetuai beberapa jamaah lainnya. Jadi, jangan tambah beban mereka dengan hal-hal yang tidak sepatutnya. Misalnya, saat harus ada pengumpulan iuran misalnya, atau harus berkumpul untuk berangkat ke suatu tempat, jamaah mestinya membantu agar segalanya lancar. Jangan malah minta dilayani seakan mereka itu petugas khusus. Mereka sama dengan kita, sama-sama jamaah!

Perbanyak Sabar

Kesabaran memang sangat diuji dalam melaksanakan ibadah haji. karenanya, kerap dalam tausiyah bahkan disebutkan tidak hanya sekali, tapi tiga kali, sabar, sabar dan sabar!

Saat dari tanah air hal itu sudah terasa. Jadwal keberangkatan yang molor. Setibanya di sana, harus melewati rangkaian pemeriksaan dokumen yang sangat lama, belum lagi mencari di mana bagasi kita, antrian naik kendaraan dan sebagainya. Semua menuntut kesabaran, karena yang dilayani bukan kita saja, tapi jutaan orang dari seluruh dunia!

Belum lagi saat menjalankan rangkaian ibadah, tetap dituntut kesabaran dan pengendalian emosi. Saat tawaf dan ketika sai, di mana kita berada di tengah pusaran pergerakan ratusan ribu umat manusia, tentu akan banyak muncul hal-hal yang kurang berkenan. Maklumi saja dan cepat ingatkan diri, bahwa kita sedang beribadah. Bahkan dalam memilih tempat untuk salat pun, akan terasa bahwa semuanya memerlukan perjuangan.

Untuk mendapatkan tempat di dalam masjid saat salat subuh berjamaah, misalnya. Kita harus berada di sana dua jam menjelang waktunya masuk. Itu pun, mendekati puncak musim haji, sudah sangat sulit mencri tempat di dalam. Kalau pun dapat, akan ada saja jamaah negara lain yang biasanya gigih mencari tempat. Dapat untuk meletakkan kaki saja, mereka akan mengisinya. Bahu dilangkahi, ditekan, kepala diusap oleh mereka yang lewat, itu akan menjadi rutinitas yang kelak akan terbiasa dialami. Tapi yakinlah, sesempit apa pun, ketika salat berjamaah ditunaikan, semua jamaah mendapat tempat yang cukup, bahkan kita merasa selesa sampai tahyat akhir! Sungguh, ini akan anda alami kelak!

Kesabaran juga dituntut saat akan berangkat Wukuf. Karena dalam waktu bersamaan, semua moda angkutan bergerak ke lokasi yang sama. Luar biasa ruwetnya sekiranya jamaah tidak disiplin. Patuhilah arahan karu, karom, ketua kloter dan Ketua Maktab. Mereka lebih tahu situasi. Boleh jadi kita akan sangat lama menunggu sampai bus berada di depan pemondokan. Itu sudah sangat biasa.

Hal yang sama juga saat akan meninggalkan Arafah, menuju Muzdalifah. Kesabaran dan disiplin amat dituntut agar proses pengangkutan jamaah berjalan lancar, sampai kemudian setelah lewat tengah malam jamaah diangkut ke Mina. Kita kembali akan berada di barisan antrian yang sangat panjang dan lama.

Di Mina pun tingkat kesabaran serta disiplin lebih dituntut. Karena kita akan melontar jumrah, salah satu momen di musim haji yang dianggap paling rawan menimbulkan kegaduhan, serta sarat dengan resiko yang fatal. Ingat tragedi Terowongan Mina beberapa tahun silam yang menimbulkan banyak korban jiwa? Makanya, untuk pelontaran Jumrah ini sekarang diatur betul waktunya, selain tempat untuk melontar pun sekarang sudah dibuat sedemikian rupa sehingga jamaah lebih leluasa melakukannya. Juga terowongannya sudah dibikin dua arah.

Kendati sudah dibikin bertingkat dan tempatnya luas, tetap saja kita harus mematuhi jadwal pelontaran yang diatur langsung oleh Muasasah dan pengelola Maktab. Biasanya di tenda Muasasah, ada layar monitor besar yang menyiarkan secara langsung situasi saat itu di Jamarat, bagaimana padatnya jamaah melontar Jumrah. Ada waktu tertentu kepadatan berkurang, semua terpantau jelas di monitor.

Jangan ambil resiko melontar jumrah di luar waktu yang ditentukan. Berbahaya! Di sini, kebersamaan punya peran berarti, jangan mementingkan individu. Kita akan bersama-sama bergerak per rombongan dalam satu kloter. Bersama-sama pergi ke Jamarat, sama-sama pula kembali ke tenda. Jarak jamarat ke tenda jamaah Indonesia rata-rata lima kilometer.(amzar)

Tidak ada komentar: