Senin, 26 Mei 2008

Ziarah Tanah Suci 2


Ke Madinah, Menyibak Lembar Sejarah
Oleh AMZAR

BERADA di kota Rasul, Madinah Almunawwarah, setiap hari kita seakan membuka lembar demi lembar buku sejarah, terkhusus sejarah tentang Islam, bersama tokoh-tokoh kuncinya.

Apalagi bila sebelumnya sudah berbekal pengetahuan melalui sejumlah referensi, secara lisan atau lewat bacaan, boleh jadi perjalanan akan makin berkesan karena apa yang

tadinya mungkin samar-samar, kini nyata di depan mata.

Belum masuk ke jantung kota, pikiran kita sudah akan dibawa ke masa nun berabad silam. Melihat hamparan dataran gersang, berpasir dan bebatuan, setidaknya mengingatkan kita

betapa dulu tentu lebih sulit lagi kondisi medannya.

Kita sekarang yang cuma duduk di kendaraan berpendingin saja, sudah merasa lelah menyusuri jalan bersejarah itu, mulai dari Makkah. Konon pula dulu, zaman di mana Rasulullah

SAW bersama para sahabatnya tidak hanya berhadapan dengan kerasnya alam, tetapi juga sangarnya para musuh Islam.


Kesan menjadi lain bila sudah berada di jantung kota Madinah. Gambaran yang mungkin coba direka tentang kota kuno yang ketinggalan zaman, akan lumer seketika. Madinah kini,

adalah kota dengan bentuk fisik yang tak kalah dengan kota-kota besar dunia lainnya.

Gedung-gedung jangkung dengan fasilitas modern, terhampar di sekujur kota --yang kini juga sudah hijau di sini-sana--, berpadu rapi dengan sangat banyak tempat-tempat amat

bersejarah yang tetap terpelihara. Dan titik sentral yang jadi fokus pengembangan kota ini adalah Masjidil Nabawi, rumah ibadah megah bersejarah yang awalnya dulu, pertama kali

dibangun oleh Rasulullah SAW.

Coba saja berdiri di depan pintu utama di utara masjid Nabawi. Atau mungkin pemandangan lebih elok akan terjumpai manakala mau berupaya naik ke lantai duanya. Dari celah batu

terawang di dinding teras atas, lepaskan pandangan lurus ke depan, arah utara. Di situ terhampar jalan yang amat panjang, dengan sisi kiri-kanan dijejeri bangunan-bangunan tinggi

mulai dari hotel berbintang, pusat perbelanjaan berkelas dan nun di sana, pusat-pusat aktifitas keseharian masyarakat.

Juga bila berdiri di pelataran masjid yang luas itu, coba pula menoleh ke timur atau pun barat Masjid Nabi ini. Deretan bangunan hotel dan mal supermodern berjejer rapi. Hal yang

nyaris sama bakal juga dijumpai di sisi selatan masjid, arah kiblat. Pusat-pusat bisnis berpadu dengan satu-dua gedung pemerintahan yang berdiri megah.

Namun, kesemua fasilitas kekinian itu tetap tidak menghilangkan jejak-jejak sejarah yang bertebaran di dan sekitar masjid ini dan sejak lama sudah mashur ke mana-mana. Masjid

Nabawi sendiri, sebenarnya sudah pernah dipaparkan di media ini tentang bagian-bagiannya yang masing-masing punya catatan sejarah tersendiri.

Mulai dari Makam Rasulullah SAW yang dari luar ditandai dengan sungkup kubah berwarna hijau, tentang Raudhah yang terletak antara mimbar dan makam Rasulullah SAW,

bagaimana serunya mendapatkan tempat di ''taman di antara taman-taman surga'' tersebut.

Atau bagaimana penerapan teknologi terkini untuk menunjang keinginan menciptakan kenyamanan jamaah di dalamnya, seperti puluhan kubah yang masing-masingnya seberat 80

ton yang bisa ''berjalan'' dan payung raksasa yang tutup-kembang secara otomatis, keduanya untuk menciptakan sistem ventilasi yang nyaman dan alami di masjid yang di dalamnya

mampu menampung ratusan ribu jamaah tersebut. Juga ribuan toilet dan tempat berwuduk serta lokasi parkir yang kesemuanya dibangun bertingkat-tingkat ke arah bawah tanah.

Bagi yang berkesempatan ibadah dan berziarah ke sini, sepertinya tidak akan pernah bosan menelusuri setiap bagian dari salah satu masjid paling agung ini. Ya kenyamanannya,

luas dan megahnya bangunan, dan tentu saja banyaknya tempat yang sarat sejarah. Bahkan setiap tiang yang ada di bangunan semula masjid ini, masing-masing memiliki sejarah,

terkait nama-nama yang melekat padanya. Seperti Tiang Harum di kanan mihrab nabi, Tiang Aisyah, Tiang Abu Lubabah atau Tiang Taubat, yang letaknya berhadapan dengan Makam

Nabi, Tiang Sarir (Tempat Tidur) di mana dulu Rasulullah meletakkan tempat tidur saat beriktikaf. Tiang Mahras atau Pengawal, Tiang Wufud atau Utusan (tempat nabi dulu menerima

utusan-utusan Arab, Tiang Murabba' al-Kubur, dan Tiang Tahajud.

Itu yang di dalam masjid. Di luarnya pun, tapak-tapak sejarah masih menyisakan suasana tempo doeloe di tengah nuansa kekinian yang juga tak diabaikan.

Berjalanlah beberapa ratus meter dari depan masjid ke arah barat. Dalam jarak yang tidak terlalu jauh, akan dijumpai bangunan-bangunan lama berbentuk masjid. Itulah bangunan

bersejarah dengan nama masjid mengambil nama para sahabat Rasulullah SAW, seperti Abu Bakar Siddiq, Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab.

Masjid Abu Bakar Siddiq misalnya, tak jauh dari pagar masjid Nabawi. Karena sudah menjadi situs sejarah dan berusia lanjut, pintunya selalu tertutup dan dikunci. Beberapa bagian

bangunan sudah terlihat keropos dan terkelupas, namun menaranya masih berdiri kokoh. Di arah utaranya, berdiri masjid Ali bin Abi Thalib.

Sedikit melangkah arah ke selatan, kita akan tiba pula di masjid Al-Mushala atau dikenal juga dengan nama Al-Ghamamah (Awan). Dinamakan demikian karena diriwayatkan bahwa

setiap kali Rasulullah SAW melaksanakan salat di kawasan tersebut, awan akan senantiasa menaungi beliau dari sengatan matahari.

Masjid berwarna kelabu dan berkubah putih ini bernama Al-Mushala, berarti tempat salat dan di sekitar sinilah kerap digunakan dulunya sebagai tempat salat hari raya, juga untuk

tempat salat Istisqa (minta hujan).

Berjalan sedikit lagi arah ke barat, berjumpa pula dengan Masjid Umar bin Khattab, yang areal pagarnya dihiasi dengan belahan batang kurma dan di pucuknya digantungkan lampu

listrik yang menggunakan chasing lampu petromaks. Masjid Umar bin Khattab ini kondisinya pun tak jauh beda. Masih berdiri kokoh dengan kubah dan menaranya yang menjulang,

sementara dindingnya sudah keropos dan terkelupas di sana-sini. Sayangnya, ada di antara peziarah yang tidak dapat ikut menjaga kelestariannya, sebab ada juga yang iseng

membubuhkan coretan-coretan di dindingnya.

Tempat bersejarah lainnya yang juga berdekatan dengan masjid Nabawi adalah Pemakaman Baqi' di tenggara (kiri) masjid, berpagar tinggi, lazim diziarahi selepas subuh dan

sesudah Asar dan hanya boleh dimasuki kaum pria. Inilah tempat pemakaman bagi jamaah haji dan umrah yang wafat di Madinah. di sini pula bersemayam para syuhada dan

pahlawan Islam. Sedikitnya 10 ribu sahabat Rasulullah SAW dimakamkan di sini, termasuk makam para istri dan anak perempuan Rasulullah SAW, serta makam khalifah ketiga

Usman bin Affan.

Satu lagi tempat bersejarah yang kerap diziarahi adalah Jabal Uhud, sebuah bukit terbesar dan terpanjang di Madinah, yang terletak sekitar lima kilometer dari pusat kota. Di sinilah

dulunya terjadi perang sengit antara pasukan Islam dengan kaum musyrik yang akan menyerang Madinah, pada bulan Syawal tahun ketiga hijrah. Di sini tercatat sejarah penting di

mana ketidakdisiplinan membuahkan petaka. Pasukan muslim yang semula menang, mengabaikan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan benteng pertahanan untuk ikutan

mengambil pampasan perang yang ditinggalkan tentara musuh. Akibatnya, benteng rapuh dan saat itulah musuh balik menyerang, pasukan muslim kocar-kacir dan di sinilah gugur

sebanyak 70 orang syuhada termasuk paman Nabi, Saidina Hamzah. Makam para syuhada itu kini berada persis di depan Bukit ar-Rumat, tempat dulu para pemanah mengambil

posisi.

Jangan lupa pula untuk berziarah ke sejumlah masjid bersejarah di sekitar Madinah ini. Masjid Quba' misalnya, yang terletak sekitar tiga kilometer dari pusat kota ke arah selatan.

Inilah masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam yang diasaskan atas dasar taqwa dan iman yang padu. Istimewanya masjid ini, seperti sabda Rasulullah SAW yang artinya:

''Barangsiapa yang berwuduk di rumahnya kemudian pergi ke masjid Quba' untuk salat, akan mendapat ganjaran pahala seperti pahala menunaikan umrah.''

Satu lagi masjid yang punya sejarah penting adalah Masjid Qiblatain, yang terletak di tengah perkampungan Bani Salamah, di baratdaya Madinah. Namanya Qiblatain, artinya dua

kiblat, karena sejarah itulah yang padanya melekat. Di tempat inilah Rasulullah SAW mengubah kiblat salat dari Masjidil Aqsha ke Baitullah di Masjidil Haram. Itu terjadi pada satu

salat zuhur pada bulan ke-17 Rasulullah berada di Madinah. Saat salat baru dua rakaat, turun perintah Allah melalui wahyu pada surat al-Baqarah 144 untuk memalingkan arah

kiblat ke Baitullah di Masjidil Haram.

Itulah sebagian di antara banyak lagi sebenarnya tempat-tempat bersejarah yang layak dikunjungi dan diziarahi di Madinah Almunawwarah, yang juga terkenal dengan Kurma

Ajwah atau Kurma Nabi ini. Harganya tinggi, khasiat kurma yang dulunya langsung ditanam oleh tangan mulia Rasulullah SAW ini, juga tinggi. Jadi, jika memang penasaran,

berilah catatan tebal dalam agenda Anda untuk menempatkan Kota Madinah ini sebagai tempat kunjungan dalam waktu dekat, untuk beribadah, sekalian berziarah.***

Tidak ada komentar: